Away In The Silence | Epilog

“Seo Joon uncle!” suara nyaring Ae Ra terdengar cukup jelas dari lorong rumah sakit, Seo Jon yang tengah berjalan santai langsung menoleh dan tersenyum lebar pada anak berusia 4 tahun itu. Sedikit berlari dan langsung menggendong Ae Ra dengan semangat, se semangat ia mencium habis-habisan pipi tembam Ae Ra hingga membuat Ae Ra tertawa cekikikan.

Uncle, annyeong. Mana Aunty? Ae Ra ingin bertemu.” Sapa Ae Ra semangat, dibelakangnya ada Ji Yeong dan Hae Jin yang sama-sama menggendong si kembar.

“Yeonggi-ah, hyung. Annyeong.” Sapa Seo Joon sopan.

“Anyeong Seo Joon-ah, kau sedang apa disini?” balas Ji Yeong.

“Bertemu Ji Won, kalian mau berkonsultansi?”

Ne, hari ini jadwal anak-anakku melakukan imunisasi. Kau sudah bertemu Ji Won?” jawab Hae Jin lalu menaruh Tae Oh dalam stroller yang diikuti Tae Jun berikutnya.

Ani, aku baru saja sampai sebelum si cilik ini memelukku.” Seo Joon kembali mencium Ae Ra dengan gemas, membuat anak itu kembali tertawa.

Ji Yeong dan Hae Jin ikut tertawa ketika keponakannya itu memaksa ikut karena merindukan Ji Won Aunty.

Uncle, ayo kita bertemu Aunty. Ppali.”

Keenam orang itu langsung menuju ruangan Ji Won, tanpa mengetuk pintu Seo Joon langsung masuk begitu saja. Hal yang sudah biasa ia lakukan, dan Ji Won juga sudah terbiasa karena hanya suaminya itu lah yang bisa berbuat seperti itu padanya.

“Eoh, ada apa ini? Kenapa mengeroyoku?” tanya Ji Won yang baru saja selesai mencuci tangan.

Aunty!!!” sapa Ae Ra yang selalu semangat jika bertemu dengan Ji Won.

Annyeong, Ae Ra-ya. Kenapa bisa disini? Mana Appa dan Eomma?”

Appa di kantor dan Eomma di rumah bersama Do Hyun.”

Aigoo~ orang tuamu itu.”

Seo Joon tersenyum lalu menghampiri isterinya itu, “Hey boo.” Sapanya sambil mencium pipi Ji Won.

“Hey bee.” Balas Ji Won dengan pelukan erat untuk menghirup aroma laki-laki ini.

“Apa kami ini tidak dianggap?” Ji Yeong menginterupsi, membuat Ji Won tersenyum lalu menghampiri Ji Yeong dan Hae Jin.

“Eonni…bogoshipposeo.” sapa Ji Yeong memeluk dan mencium pipi kakaknya, “Oppa.. annyeong, kau terlihat berbeda hari ini.”

“Jinja? Apa aku terlihat semakin tampan?”

Ji Won tertawa senang sambil menggendong Tae Oh, Ani, kau terlihat semakin cantik jika sedang memakai kaos warna pink itu.”

Hae Jin mendehem, berbeda dengan Ji Yeong yang tertawa puas. Jika bukan karena permintaan Ji Yeong untuk memakai baju couple, Hae Jin tidak akan pernah menyentuh kaos berwarna pink ini.

Annyeong Tae Oh-ya, ough.. kau semakin berat saja.” Sapa Ji Won sambil mencium gemas pipi keponakannya hingga membuat Tae Oh tertawa.

Seo Joon memperhatikan bagaimana isterinya itu sangat telaten mengurus anak kecil, membuatnya ingin memiliki seorang anak segera. Apakah ia sudah siap menjadi seorang Ayah?

Seo Joon dan Ji Won memang sepakat untuk menunda anak, hal ini dikarenakan keduanya masih ingin berpacaran dan menikmati waktu berdua sebanyak mungkin. Terlebih dalam dua tahun ini Ji Won mengejar gelar dokter anak dan dirinya mengambil gelar doktor, sekarang setelah semua sudah diraih ia ingin mempunyai anak. Anak laki-laki yang mirip dengannya, memikirkan itu membuat Seo Joon tertawa.

“Cha.. keponakan aunty yang pintar.” Ucap Ji Won setelah menyuntik kedua keponakan kembarnya.

Gamsahamnida, yeoppo aunty.” Ucap Hae Jin yang tengah menggendong Tae Jun.

Ne, cheonmaneyo. Makan yang banyak ne, agar pipimu semakin berisi.”

Ne, aunty.” Balas Ji Yeong yang sedang menggendong Tae Oh.

Aunty, ayo main ke rumah.” Ae Ra kembali memeluk Ji Won.

“Nanti sore Aunty dan Uncle kesana ne?”

Jeongmal?”

“Tentu, tanya pada uncle.”

Ae Ra segera menuju Seo Joon kembali, menggendong Ae Ra sambil mengantar mereka berjalan ke lift.

Ne, sore nanti uncle dan aunty akan ke rumahmu.”

Gamsahamnida uncle, aku akan segera memberitahu Eomma.”

Ketujuh orang itu berpamitan di pintu lift, selepas pergi Seo Joon langsung menarik tangan Ji Won dan membawanya memasuki kembali ruangan praktek isterinya itu.

“Hya, Park Uisanim. Ada apa ini? Kenapa mengunci pintunya?” Tanya Ji Won begitu melihat Seo Joon mengunci pintu.

Ani, kita harus bicara empat mata.”

Ji Won memicingkan matanya, sedikit mencurigai jika suaminya ini ada maksud lain. Mengingat bagaimana terakhir kali mereka seperti ini, dirinya harus berakhir dengan kondisi tidak serapih sebelumnya. Ji Won merapihkan pakaiannya, merapatkan blousenya sampai lehernya tertutup sedikit. Seo Joon mengerutkan keningnya, kemudian tertawa dengan sikap isterinya itu.

“Itu akan kulakukan jika kau menggodaku, sayang.”

Ji Won melotot sebal, “Sore ini kita harus ke rumah Jong Jin oppa, jadi aku harus rapih.”

Seo Joon tersenyum licik, “Aku bisa bermain rapih.”

“Cepat katakan apa yang mau dibicarakan.”

Seo Joon tersenyum lalu mengambil sebuah kotak dalam sakunya, memberikannya pada Ji Won.

“Ige mwoya?” Tanyanya sambil membuka kotak dan mendapati sepasang anting yang ia yakini tidak murah, karena suaminya ini gemar mengoleksi berlian yang menurutnya investasi terbaik.

“Selamat hari jadi ke 25 bulan.”

Ji Won tersenyum, ia sendiri bahkan lupa kalau 25 bulan yang lalu ia dan Seo Joon sepakat untuk berpacaran dan satu bulan lelaki itu melamar dihadapan keluarga besar dengan amat sangat romantis hingga ia tidak bisa berkata apapun selain menangis terharu dan berkata ‘yes, i do.’

Ji Won terharu mengingat bagaimana 25 bulan ini mereka berdua belajar untuk membina sebuah rumah tangga seperti kedua orang tua mereka, dan perjalanan mereka masih amat sangat panjang.

“Hey… don’t crying boo. Am I hurt you?” Tanya Seo Joon sambil mendekap wajah Ji Won dengan kedua tangannya, menghapus tetesan air mata dengan ibu jari.

Ji Won menggeleng, “Aniyeo, nan gwenchana.” Jawabnya sambil memeluk erat pria tampan dihadapannya.

“I’m sorry can’t remember for today.”

Seo Joon tersenyum, mencium kepala Ji Won ia menjawab. “Tidak masalah, kau hanya perlu mengingat seberapa besar rasa cintaku hingga batas waktu tak tertentu.”

Ji Won tertawa kecil sambil memukul pelan dada suaminya, kembali memeluk dengan erat. “Ne, sajangnim.”

Seo Joon tersenyum, melepas pelukan dan kembali memegang wajah Ji Won. “Saranghae, boo.”

Nado saranghae, bee.”

Keduanya tertawa kecil lalu berciuman singkat, tidak… Ji Won yang melepas ciuman yang ia yakini akan berakhir di meja jika diteruskan.

“Hya, kenapa singkat sekali?”

“Bagaimana jika kita makan siang?”

Shireo.” Seo Joon kembali meraih wajah Ji Won untuk menciumnya lebih lama.

Ji Won mendiamkan bibirnya dilumat lembut oleh Seo Joon, ia tidak ingin membalas ciuman suaminya pada awalnya. Tapi merasakan bagaimana Seo Joon menciumnya dengan ahli, itu membuatnya hilang ingatan. Perlahan tangan Ji Won yang diam beranjak meraba dada hingga akhirnya berada dileher suaminya itu. Seo Joon tersenyum penuh kemenangan disela-sela ciuman yang mulai memanas, terlebih kini jemari Ji Won sudah berada dibelakang kepalanya. Menarik rambut pendeknya sambil memperdalam ciuman yang sudah meningkat, membuat keduanya kehabisan nafas dan mulai merasakan panas.

Seo Joon melepas ciuman mereka, menyatukan keningnya sambil bertanya “Apakah kita akan masuk ke base dua?”

Ji Won tertawa mendengar pertanyaan suaminya, ia tahu jika mereka kini sedang bergairah tapi melakukannya lagi di kantor bukan cara yang tepat untuk melampiaskan nafsu mereka. Walau Seo Joon adalah pemilik rumah sakit ini, tapi di mata para karyawan lainnya mereka dianggap sedang berpacaran bukan menikah. Hal ini dikarenakan saat menikah mereka hanya mengundang kerabat keluarga saja, terlebih pernikahan ini juga mendadak. Tidak ada yang tahu jika mereka sudah menikah, gosip yang berkembang di rumah sakit ini adalah kedua dokter terbaik itu tengah menjalin asmara yang sangat serius.

“Bisakah kita pulang ke apartemen dan melakukannya ditempat yang benar?” Pinta Ji Won dengan manis.

Seo Joon mendesah, mengecup kening Ji Won ia setuju dengn permintaan isterinya itu. Arraseo, ayo kita pulang.”

Ji Won melepas jas dokternya, mengambil tas ia meraih tangan Seo Joon yang sudah menunggunya. Secara bersamaan menuju lift sambil berpegangan tangan, tidak memperdulikan tatapan iri beberapa pegawai khususnya wanita.

“Sepertinya bulan depan kau harus mengosongkan jadwal tugasmu.”

“Wae?”

Seo Joon mengecup tangan Ji Won yang ia pegang, “Karena aku akan mengajakmu honeymoon lagi, Nyonya Kim Ji Won.”

“Kita akan pergi kemana?”

“Kanada, aku ingin mengajakmu kesana selama seminggu penuh.”

Ji Won tersenyum, Ne arraseo sajangnim, tapi… apakah boleh ibu hamil berpergian yang memakan waktu belasan jam?”

Seo Joon menghentikan langkahnya, “Mworago?”

Ji Won tersenyum lalu mengecup cepat bibir Seo Joon, ia berbisik “Chukkae, kita akan menjadi orang tua dalam 8 bulan lagi.”

“MWOYA?”

 

*#*#*#*

Tes.. tes.. tes.. *usap peluh*
akhirnya selesai juga ini cerita.. super singkat sih, karena emang belum punya waktu buat baca-baca buku yang mengakibatkan tidak mempunyai ide untuk bisa membuat cerita yang panjang *sujud*
so, disela waktu untuk menghilangkan rasa kantuk yang luar biasa ini akhirnya memilih untuk posting Epilog SeoWon Couple.. 😀
hope you like it, thanks for coming :*
-with love-
Kim Ji Won

Away In The Silence | Chapter 8 – The Sweetest Of Eights

Ji Won memicingkan mata lantaran sinar matahari yang langsung mengenai wajah, rasa panas ia rasakan pada pipi kanannya. Berbalik arah ia mencari posisi yang nyaman untuk melanjutkan tidur. Sayup-sayup matanya terbuka melihat Seo Joon yang masih tertidur dengan lelap dengan posisi tengkurap, ia tersenyum melihat wajah polos itu. Ingatannya kembali saat semalam ia mencium pria ini, ciuman yang awalnya ia rencanakan karena ingin menggoda Seo Joon saja. Tapi setelah merasakan bagaimana lembutnya bibir pria ini, ia mengerti jika banyak wanita yang tergila-gila pada kekasihnya dulu.

Ji Won masih nyaman melihat Seo Joon yang tertidur pulas, ia ingin sekali menyentuh wajah Seo Joon tapi diurungkan karena tahu jika Seo Joon terlalu mudah terganggu tidurnya. Memperhatikan kening, alis, mata, hidung hingga bibir. Mengamati bagaimana pria ini semakin tampan setiap tahunnya, bahkan ia mengakui jika Seo Joon lebih tampan dari Jong Hyun.

Perlahan Ji Won bangun, melihat keadaan kamar Seo Joon yang sudah berantakan berkat aksi semalam mereka. Wajah Ji Won memerah ketika mengingat bagaimana mereka berdua sibuk berciuman sambil melepas pakaian masing-masing. Ia mengambil kemeja hitam Seo Joon yang tidak jauh dari kakinya, memakainya dengan cepat sambil matanya memperhatikan punggung Seo Joon, takut membuat pria yang masih tertidur itu terbangun.

Dirinya bernafas lega ketika berhasil keluar dari kamar Seo Joon, berjalan menuju dapur tanpa sengaja tatapannya tertuju pada kumpulan bunga dan balon yang menggantungkan foto. Langkah kakinya berbalik arah menuju rangkaian bunga Jasmine dan Gardenia putih yang membingkai barisan balon diatasnya. Ji Won tertawa melihat pemandangan tersebut, jika saja semalam ia tidak menggoda Seo Joon pasti pria itu sudah melakukan aksi lamaran.

Proposed of Marriage?

Ji Won tidak percaya jika Seo Joon akan melamarnya, ia tertawa kecil ketika melihat foto yang digantung pada seluruh balon berwarna biru itu. Foto saat ia sibuk belajar yang ia ingat saat dirinya tengah menghadapi ujian kelulusan saat sekolah menengah atas. Foto saat ia tertidur dengan posisi duduk dan menunduk yang ia ingat dirinya tengah menunggu Seo Joon menyelesaikan penelitiannya. Dan masih banyak foto momen kenangan mereka berdua yang Ji Won sangat ingat setiap kejadiannya.

Mata Ji Won sedikit berkaca saat ia melihat dua buah cincin yang tergantung di balon berwarna putih, ia meraih cincin itu dan tersenyum bahagia.

“Park Seo Joon… Nyonya Park Seo Joon?” ia bergumam ketika menyebut nama Seo Joon, “Tidak buruk.”

Ji Won tersenyum lalu dirinya kembali menuju dapur, membuat sarapan sederhana karena perutnya sudah berontak minta diisi. Dengan cukup lihai ia membuat sandwich dan telur mata sapi, menuangkan susu yang sudah dipanaskan ke dalam mug besar. Ia tidak menemukan kopi karena tahu jika Seo Joon tidak menyukai kopi, berbeda dengan dirinya yang sangat menyukai minuman berwarna hitam tersebut.

Mengambil baki, ia menata semua isi sarapan tersebut untuk dibawa ke dalam kamar. Selesai menaruh sarapan dengan hati-hati, ia kembali keluar untuk membawa puluhan balon yang menggantung dan memasukan ke dalam kamar Seo Joon. Mengatur sedemikian rupa balon-balon tersebut untuk tepat berada diatas ranjang Seo Joon, membuka semua tirai untuk membangunkan pria yang masih tertidur dengan pulas tersebut. Seo Joon terbangun dengan wajah yang masih mengantuk, dengan malas ia bangun dan matanya langsung terbuka ketika melihat menu sarapan disampingnya.

Matanya langsung mencari dan mendapati Ji Won tersenyum dengan sangat cantik membuat dirinya mengumpat, “Aish.. apa aku orang sakit?” tanyanya sambil memijat matanya.

Ji Won tertawa bahagia lalu berjalan menuju ranjang dan duduk dihadapan Seo Joon, “Wae? Apa tidak ada yang pernah membawakan breakfast untukmu seperti ini?”

“Ani, naega neon.”

Ji Won semakin tertawa ketika Seo Joon memperlihatkan wajah imutnya, dengan rambut yang tidak beraturan membuat pria ini semakin tampan dari biasanya. “Aku buatkan sarapan karena hanya ini yang ada dalam isi kulkasmu.”

Seo Joon memperhatikan sandwich tuna dan telur mata sapi, “Selama tujuh tahun aku hanya sarapan yang dibuatkan oleh wanita bernama Kim Ji Won.” Jawab Seo Joon sambil meminum susu putih yang super hangat.

Ji Won mengambil potongan sandwhich dan menyuapi Seo Joon, Jinja? Aah.. apakah wanita itu sangat cantik?”

Seo Joon mengangguk, “Eoh.. dia wanita tercantik setelah Eomma-ku, bahkan saat dia sedang tidur pun sudah sangat cantik.”

“Whooa, apa dia pandai memasak?”

Seo Joon menelan kunyahan sandwhichnya, “Dia spesialis masakan western, hanya sedikit masakan korea yang ia bisa.”

Ji Won tertawa, “Aah.. beruntungnya kamu kalau begitu.”

Seo Joon mengangguk dan tersenyum yang memperlihatkan lesung dibawah matanya, “Sangat.” Ia hendak kembali berargumen namun dihentikan ketika melihat bayangan balon yang menggantung, detik itu juga ia mengingat seharusnya semalam ia sudah melamar Kim Ji Won.

Roti sandwhich yang tengah ia makan seketika sulit untuk ditelan, mengambil kembali susu untuk melancarkan tenggorokannya. Aish.. jika saja semalam Ji Won tidak terang-terangan menggodanya mungkin hari ini wanita itu sudah menjadi calon isterinya.

Sadar akan kediaman Seo Joon, Ji Won menoleh keatas. Ia kembali tersenyum lalu dengan inisiatifnya mengambil sepasang cincin yang sudah ia simpan pada meja nakas, “Park Seo Joon-ssi… maukah kau menikahiku?”

Perkataan yang sukses membuat Ji Won terkena semburan susu yang tengah diminum kekasihnya itu, “Ji Won-ah.. mianhae mianhae mianhae.”

Tenpa memperdulikan ketidak lengkapan pakaiannya ia langsung mengambil tissue dan mengelap wajah Ji Won secara membabi buta, yang mau tidak mau membuat gadis itu tertawa kecil.

“Hya oppa, aku memang suka mencuci wajahku dengan susu. Tapi bukan yang manis..” candanya sambil memejamkan mata, membiarkan tangan Seo Joon membersihkan semburan air pada wajahnya.

Mian, aku terlalu terkejut.” Jawab Seo Joon merasa bersalah.

Ji Won membuka kembali matanya, mengambil baki sarapan dan menaruhnya di meja nakas lalu kembali berhadapan dengan Seo Joon, ingin menjahilinya kembali.

“So?” tanya Ji Won dengan wajah yang super imut.

Seo Joon terlihat gugup, “Kenapa bertanya? Tentu saja aku harus menikah denganmu.. pikirmu dengan siapa aku akan menghabiskan sisa hidupku, membesarkan…” perkataan Seo Joon kembali terhenti ketika Ji Won menutup bibirnya kembali.

“Mmuaah… gomawo.”

Seo Joon membiarkan Ji Won menghujani wajahnya dengan ciuman-ciuman manis, mulai dari kening, mata, kedua pipinya hingga semua wajahnya tercap oleh bibir Ji Won. Ia kembali tertawa, bukankah seharusnya ini yang ia lakukan semalam?

Meraih tangan Seo Joon, Ji Won melingkarkan cincin yang lebih besar pada jari manis pria ini. “Ooh.. yeopoda. Igo..” Ji Won menyerahkan cincin yang lebih kecil pada Seo Joon agar pria itu memakaikan pada jari manisnya.

Seo Joon tersenyum, “Kurasa ini akan menjadi cerita anak-anak kita karena kau selalu mengajakku berpacaran dan melamarku terlebih dahulu.” Lalu ia memakaikan cincin berlian bermerk international itu.

“Saranghae Woonie-ah, neomu manhi.”

“Nado saranghae Joonie-ah, yeongwonhi.”

Seo Joon menarik Ji Won hingga jarak mereka sangat dekat, posisi Ji Won yang lebih tinggi memudahkan pria itu melihat dengan sepuasnya wajah cantik Kim Ji Won. Bukankah ia pria yang paling beruntung di dunia?

“Apa yang kamu mau?” tanya Seo Joon.

Ji Won berpikir, “Mwoga mwo?”

“Menikah dengan mewah atau menikah dengan sederhana?”

Ji Won tersenyum manis, senyum yang selalu ingin Seo Joon terus menatapnya. “Hmm, sederhana? Aku tidak menyukai pesta besar-besaran… bagaimana jika dengan konsep tamasya disebuah taman?”

“As your wish madam.” Seo Joon mengangguk setuju, “So, where did we go to honeymoon?”

Ji Won berpikir keras, “Hmm.. is up to you.”

Seo Joon menggeleng tidak setuju, “Jika itu terserah padaku, aku memutuskan untuk tidak pergi kemanapun.”

“Wae?”

“Aku ingin terus memilikimu didalam kamar, diranjang kita tanpa busana selama satu minggu penuh.”

Ji Won tertawa, Aigoo~ sebesar itu kah kau mencintaiku? Ckck..” Seo Joon mengangguk semangat, Mianhae.”

“Untuk?”

“Karena aku mengecewakanmu saat malam pertama kita nanti.”

Wae? Apa nanti kau sedang dalam siklus menstruasi?”

Ani.. karena nanti kau menikah dengan wanita yang bukan perawan lagi.”

Seo Joon tersenyum, memeluk Ji Won dan mendaratkan ciuman panas pada dada kekasihnya itu. Membuat tanda jika sekarang hingga batas waktu tidak ditentukan Ji Won adalah miliknya, selamanya.

“Tidak masalah, asal kau melakukan yang terbaik di ranjang untukku.”

“Aish.. kenapa kau mesum sekali?”

“Hanya kepadamu.”

“Cih… aku tidak percaya, bukankah sebelumnya sudah banyak wanita yang tidur disini?”

Seo Joon memasang wajah marah dan menatap tajam Ji Won, mendorong tubuh kekasihnya dan menindihnya. “Dengarkan baik-baik…” ucapnya sambil menekan kedua tangan Ji Won diatas kepala wanita itu, “Aku tidak pernah mengijinkan wanita lain selain kau untuk tidur di ranjangku, mengerti Nona Kim?”

Ji Won mengangguk lembut, “Ne, uisanim.”

“Good Girl.” Seo Joon hendak bangun kembali, namun Ji Won kembali menariknya hingga ia bisa merangkul leher pria itu dengan kedua tangannya. “Hya.. hya.. kau kenapa? Apa kau mau menggodaku lagi?”

“Memang kau bisa menolaknya?”

“Hya, chagi. Semalam pengalaman pertamamu, aku tidak ingin menyakitimu lagi sampai minggu depan.”

Wae, kenapa sampai minggu depan?”

Seo Joon mencium Ji Won cepat, melepas tangan yang membelit lehernya. Ia bangun sambil menutupi bagian tubuhnya yang lain, “Bersiap-siaplah karena minggu depan kau dan aku akan bertemu kedua orang tua kita, lalu kita akan langsung menikah.”

“Mwo?”

Seo Joon segera berjalan menuju kamar mandi untuk menghindari serangan Ji Won, karena sesungguhnya ia sudah tidak tahan dengan aroma tubuh Ji Won yang seperti morfin baginya. Dirinya tertawa puas ketika mendengarkan Ji Won berteriak memanggil namanya dari balik pintu kamar mandi, menatap jemarinya yang sudah tersemat cincin yang ia beli kemarin.

“Aku harus melamarmu lagi dihadapan keluarga kita, dan aku bersumpah kau akan menangis bahagia Nyonya Kim Ji Won.”

*#*#*#*

kkeut!
with love
-Kim Ji Won-

Away In The Silence | Chapter 7 – The Seven Of Truth

Seo Joon menghembuskan nafasnya perlahan, merapihkan sedikit dasi kupu-kupunya. Mencoba menghirup aroma bunga yang ia pegang untuk menenangkan hatinya, menghitung langkah sebelum ia masuk ke dalam apartemen untuk menjemput Ji Won. Ia hendak menekan bel tapi pintu dihadapannya sudah terbuka, memunculkan sosok cantik yang sudah menyambutnya dengan senyum lebar.

Annyeong adik ipar.” Sapa Ji Yeong semangat.

Seo Joon yang terlihat memukau malam itu hanya bisa tersenyum, Annyeong, kakak ipar.” Sapanya pada sahabat seumurnya ini, menyerahkan bunga yang ia bawa pada wanita yang sedang mengandung itu.

Whooa, yeppoda.. gomawo nae chingu.”

Ne, cheonma. Mana Wonnie?” tanyanya sudah tidak sabar, karena malam ini mereka berdua harus menghadiri acara di rumah sakit secara bersama-sama.

“Di dalam, sedang memakai gaun. Ayo masuk, kau mau minum?”

Seo Joon ikut masuk kedalam apartemen, mengikuti Ji Yeong yang berjalan perlahan menuju dapur untuk mengambil pot dan mengisinya dengan air.

Ani, aku menunggu saja.”

Ji Yeong mencoba membuka bingkisan bunga dan memasukannya kedalam pot bening, “Perlukah aku memberi saran?”

Mata Seo Joon mengerjap, “Saran?”

“Jangan membuatnya hamil terlebih dahulu. Ia masih berusia 25 tahun, bisakah kalian memiliki anak setelah anakku berusia 2 tahun?”

Wajah Seo Joon seketika langsung memerah, “Hya, Ji Yeong noona!” protesnya, jika saja keadaan normal dipastikan Ji Yeong akan langsung memukul kepalanya karena dipanggil noona. Fakta bahwa Ji Yeong – Jong Hyuk lahir di bulan Juli, sedangkan Seo Joon lahir di bulan desember, Ji Yeong tidak suka jika dirinya dipanggil noona.

Ji Yeong tertawa puas, melihat calon adik iparnya mulai sibuk mengambil gelas dan mengisinya dengan air. Bahkan pria ini sedikit melonggarkan dasinya, ia merasa dasinya terlalu mencekiknya.

“Hya, ada apa ini. Kenapa kamu tertawa sayang?” Hae Jin datang sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk, melihat wajah Seo Joon yang memerah sekarang ia tahu jika isterinya itu tengah menggoda calon adik iparnya ini.

Ani, wajahnya sungguh lucu.” Ucapnya masih sibuk menahan tawa.

Hae Jin ikut tersenyum lalu merangkul pinggang isterinya, mengusap perut Ji Yeong yang sudah membesar dan akan terus membesar dalam 5 bulan kedepan.

Yeppoda, mmuah!” kecupnya pada kening isterinya itu, membuat Seo Joon sedikit risih.

Aigoo~ apa aku tidak dianggap?”

Pasangan suami isteri itu tersenyum menimpali, Mian, aku hilang orientasi jika sudah dihadapan wanita ini.” Jawab Hae Jin sambil memeluk Ji Yeong dengan posesive.

Oppa.. eonni.. bisakah kalian berdua masuk kamar saja?!” Ji Won datang dengan langkah anggun, membuat Seo Joon terdiam seketika.

Hae Jin menoleh, “Whooa.. uri Wonnie sangat cantik.”

Ji Won mencibir pujian kakak iparnya itu, Ye, aku memang cantik setelah isteri Oppa.”

Hae Jin mengangguk, “Correct.”

Seo Joon masih terpesona akan penampilan Ji Won malam ini, gaun berwarna biru muda itu sangat pas ditubuhnya. “Ayo, kita pergi saja.” Ajak Ji Won sambil menggenggam tangan Seo Joon, membuat Seo Joon tersadar.

“Ye.” Jawabnya lalu membungkuk memberi hormat pada Ji Yeong dan Hae Jin tanda mereka berdua berpamitan.

Nikmati malam kalian, sampai jumpa. Pakailah pengaman, aku tidak akan bilang apapun pada Appa. Ji Yeong melambaikan tangannya pada Seo Joon dan Ji Won. “Aaah, aku rindu gaunku.” Keluhnya sambil menatap dan mengusap perut besarnya.

Hae Jin tersenyum lebar disisinya, “Gomawo~”

“Untuk?”

Tangan Hae Jin mengusap perut Ji Yeong dengan sayang, “Mengandung, merawat dan melahirkan anak kita. Lalu merelakan semua gaun-gaun cantikmu, pakaian kerjamu dan sepatu-sepatumu.”

Ji Yeong tertawa, meminta Hae Jin mendudukannya di meja dapur untuk bisa sejajar dengan suaminya ini. “Ne, cheonmaneyo. Popoo~”

Seo Joon dan Ji Won malam itu menjadi pusat perhatian diacara pesta penyambutan, keduanya tampak santai memasuki auditorium. Menyapa beberapa dokter yang sudah menjadi rekan dan perawat yang juga mengenal mereka. Seo Joon terus menarik Ji Won untuk mengikutinya kemana pun dia melangkah, dan selama satu jam mereka berdua tidak pernah terpisahkan. Membuat para pria menatap sebal pada Seo Joon dan para wanita meringis dengan penampilan yang tidak sebanding dengan Kim Ji Won.

“Membosankan?” bisik Seo Joon pada gadis disampingnya.

Ji Won mengangguk, “Sedikit.” Balasnya sambil menyuapi Seo Joon dengan sisa kue yang ia makan.

“Ji Won-ah..” panggilnya agak ragu.

“Hmm?”

“Jika nanti aku dipanggil kedepan dan berdiri disana, kau jangan marah kepadaku ne?”

Ji Won menatap kearah panggung auditorium, “Eiiy, kenapa aku harus marah? Apa kau akan menerima penghargaan lagi?”

Seo Joon tersenyum kecut, “Aku tidak yakin, kau harus tetap disisiku ne?”

Ji Won mengangguk lalu kembali melanjutkan makan kue yang terakhir, ia melihat pria dihadapannya ini tengah gugup. Hal yang langka untuk dilihat, karena biasanya Seo Joon selalu tampil penuh percaya diri. Meletakkan piring ia langsung mendekati Seo Joon, sedikit merapihkan dasi dan membersihkan jas pria ini. Mencoba sedikit meringankan beban gugup pada pria yang sudah menjadi kekasih yang baik dalam satu bulan ini.

“Jangan gugup, yakinkan kalau kau dokter terhebat se-Korea setelah aku. Hmm?”

Senyum Seo Joon langsung mengembang mendapati Ji Won tengah merapihkan dasinya dan memberi semangat, “Ne, arraseo. Kim uisanim.”

Mata Ji Won terbuka lebar saat bibirnya disentuh oleh bibir Seo Joon, dalam hati ia menghitung berapa detik Seo Joon menciumnya. Lima detik.

“Tunggu aku disini, jangan tinggalkan aku. Arratchi?” Wajah Ji Won yang memerah hanya bisa mengangguk, sedangkan Seo Joon berjalan menuju panggung auditorium.

“Perkenalkan, CEO baru untuk Park Foundation. Dokter Park Seo Joon, kami persilahkan.”

Semua orang dalam auditorium bertepuk tangan terkejut, tidak menyangka jika dokter bedah terbaik di Medical Center Hospital ini adalah anak dari pimpinan yayasan rumah sakit ini. Ji Won sendiri tidak menyangka jika Seo Joon adalah anak dari CEO Park Coorporation yang menanungi Park Foundation.

Seo Joon berdiri tegak dihadapan audience yang tengah menatapnya sekarang, termasuk Ji Won ikut menatapnya. Rasa gugupnya berubah menjadi rasa takut jika ia melihat Ji Won akan pergi meninggalkannya, seharusnya ia mengakui lebih awal bukan?

Park Seo Joon, anak dari seorang Park Young Jae, Presdir Park Coorporation yang bergerak dibidang manufaktur dan waralaba. Seharusnya Seo Joon juga mengakui jika ia memimpin Park Foundation sejak mereka lulus kuliah, jika saja ia bukan seorang dokter maka saat ini dirinya sudah menggantikan posisi sang Ayah. Beruntung adik laki-lakinya yang meneruskan usaha keluarga mereka, apa Ji Won akan tetap pergi?

Ji Won tersenyum dari jauh, memberi semangat pada Seo Joon untuk segera menyelesaikan beberapa ucapan singkat sebagai pemimpin dari Park Foundation. Perasaan takutnya sirna setelah Ji Won tersenyum cantik padanya, “Dan terakhir, aku mengucapkan terima kasih pada dr. Ji Won yang selalu menyemangatiku. I Love You, baby. Selamat Malam.”

Semua orang bertepuk tangan meriah untuk Seo Joon, senyum lebar menghiasi wajah tampan seorang Park Seo Joon dari atas panggung hingga kini berdiri dihadapan Ji Won kembali.

“Saranghae.” Ungkap Seo Joon tanpa malu-malu.

Ji Won tersenyum, meraih tangan Seo Joon dan mengecupnya. “Nado saranghae, sajang uisanim.”

Seo Joon memeluknya singkat, sangat singkat karena Ji Won akan terus mencubit pinggangnya jika ia tidak melepaskan pelukan tersebut. Dengan terpaksa Seo Joon mengalah, membiarkan hanya tangannya saja yang memegang erat tangan Ji Won. Kembali membawa gadis cantik itu mengikutinya, mengenalkan ke beberapa Direktur Medical Center Hospital ini. Ji Won membiarkan kakinya pegal karena Seo Joon yang selalu menariknya kesana kesini. Awalnya ia memang ingin marah karena Seo Joon tidak mengatakan sejujurnya, tapi mengingat bagaimana perjuangan mereka sejak masuk kedalam rumah sakit ini membuat Ji Won berpikir jika Seo Joon tidak bermaksud menipunya. Ia ingin benar-benar mempercayainya.

Aish, michigulae jinja.” Keluh Ji Won setelah 3 jam berdiri dan kini tengah berada didalam mobil, siap untuk pulang.

“Kau lelah? Mianhae..” ucap Seo Joon yang merasa bersalah karena membuat kaki Ji Won tersiksa.

Aigoo~ lebih baik aku berjalan puluhan kilometer sambil berjalan-jalan dibanding 3 jam disini dengan sepatu gila ini. Aku tidak percaya Eonni menyukai sepatu gila ini.” Ungkap Ji Won sambil melepas sepatu heel yang mencapai tinggi 15 cm itu.

“Kau jadi cuti di minggu depan?” tanya Seo Joon tiba-tiba.

Ne, tentu saja. Aku ingin keliling eropa lagi, London… I’m coming.”

Seo Joon menghentikan laju mobilnya ketika mereka sudah tiba di apartemen miliknya, Oppa.. kau mau menculikku?”

Seo Joon menggeleng cepat, Ani, aku ingin menunjukan sesuatu.” Ia langsung membuka seat belt-nya, berjalan cepat kearah Ji Won yang tengah mencoba memakai kembali high heelsnya. Ia tersenyum lalu dengan inisiatifnya ia menggendong Ji Won, membuat wajah wanita cantik itu kembali memerah.

“Apa yang ingin kau tunjukkan? Piagammu?” tanya Ji Won, yang ia tahu selama tujuh tahun terakhir Seo Joon sangat pamer akan semua penghargaan yang ia dapat.

Seo Joon tertawa, “Aniyeo.”

Ji Won membiarkan dirinya dibawa menuju apartemen Seo Joon, sedikit mengantuk ia menyandarkan kepalanya pada lekukan leher Seo Joon. Membuat Seo Joon sedikit kehilangan fokusnya, “Hya, Nona Kim. Jangan menggodaku.”

Ji Won tertawa, Wae? Aku menyukainya, oppa harum.” Jawabnya sambil tetap berada di leher Seo Joon, sedikit menciuminya hingga Seo Joon harus menahannya.

“Jika kau melakukannya lagi, aku jamin kau tidak akan pernah sampai ke rumah untuk malam ini.”

Jeongmal? Lagipula Appa dan Eomma sedang ke Jerman, menengok Jong Hyun oppa.” Ji Won kembali mendaratkan bibirnya di leher Seo Joon, menggoda kekasihnya itu hingga kini bibirnya sudah berada di bagian sensitive Seo Joon.

“Ji Won-ah, jangan mencoba untuk…” perkataan Seo Joon terkunci ketika Ji Won sudah berhasil menutup bibirnya dengan ciuman yang Ji Won lakukan.

Pintu lift sudah terbuka, tapi kedua pasang muda-mudi ini masih sibuk bergelut dengan bibir masing-masing. Merasakan cinta dan hasrat yang sudah mereka pendam beberapa tahun terakhir, Seo Joon sadar jika seharusnya ia tidak seperti ini. Ia ingin memiliki Ji Won sepenuhnya setelah resmi menikahinya, tapi godaan yang Ji Won lancarkan membuyarkan konsentrasinya untuk melamar gadis ini dan selama beberapa jam kedepan ia hanya ingin menikmati rasa manis yang berada pada diri seorang Kim Ji Won.

*#*#*#*

kkeut!!!
with love

-Sandara Park-

Away In The Silence | Chapter 6 – The Six Of Fight

Kening Seo Joon mengerut, pertanda jika pria itu tengah berpikir keras. Sementara otaknya bekerja lebih dari biasanya, berbeda dengan matanya yang tengah mengamati Ji Won tertidur pulas disampingnya. Pikirannya melayang mengingat percakapan Ji Yeong dan dirinya tadi sore, percakapan yang membuat perasaannya menjadi gugup.

“Seo Joon-ah, kalian sedang tidak berkencan bukan?”

Seo Joon mungkin bisa saja menjawab ‘Ya, kami sedang berkencan’ tapi ia urungkan karena menghormati Ji Yeong sebagai kembaran Jong Hyun dan kakak Ji Won.

“Memangnya kenapa?”

Ji Yeong meletakkan minumnya, menatap wajah calon adik iparnya itu. Ia tidak akan bersikap santai seperti ini jika suaminya tidak memberi tahu bahwa Appa mereka akan mengenalkan seseorang pada Ji Won.

“Hae Jin memberitahuku, minggu kemarin saat dia dan Appa makan siang. Ji Won akan dikenalkan pada seseorang..”

Seo Joon terdiam, “Lalu?”

“Kurasa Appa akan menjodohkan Ji Won dengan salah satu anak dari koleganya, aku sendiri belum tahu yang mana kolega Appa yang akan dijodohkan. Tapi menurut Hae Jin, dia seorang yang sangat pintar.”

Seo Joon kembali terdiam, ia mengerti jika Appa Ji Won sangat menyayangi putri bungsunya lebih dari apapun.

“Seo Joon-ah, adikku memang tidak memiliki teman pria selain kau saja. Pria yang ia kenal dalam hidupnya hanya Appa, Jonggie, Jong Hyun, Hae Jin dan kau. Aku tidak tau apa kau menyukai adikku atau tidak, tapi sesungguhnya aku menolak rencana Appa.”

Mendengar kalimat terakhir Ji Yeong, membuat hati Seo Joon mencelos. Ia bernafas dengan lega, tidak saat 5 menit yang lalu.

“Aku mencintainya.”

Ji Yeong kini terdiam dalam pengakuan Seo Joon, ia benar-benar terkejut dengan ucapan sahabat adik kembarnya itu.

“Aku mencintai Ji Won sejak pertama kali kami bertemu, saat melihat ia sedang menangis aku semakin mencintainya. Sayangnya…” Seo Joon menatap jauh Ji Won yang tengah tertawa riang dengan Hae Jin yang sudah pucat, “Adikmu itu sangat sulit membuka hatinya.” Ucapnya dramatis, membuat Ji Yeong mau tidak mau tertawa.

Ne, adikku seperti itu karena pemikiran seseorang yang dijauhi temannya.”

Ye, aku tahu. Jika dulu aku sekolah yang sama mungkin aku bisa melindunginya lebih banyak.”

Ji Yeong tersenyum, sedikit mengusap perutnya karena kini ia mulai lapar. “Tapi kau berhasil menjadi orang yang dekat dengannya sejak kalian sama-sama kuliah bukan? Ji Won bahkan terlalu bergantung padamu.”

Seo Joon tersenyum, Ne, haruskah aku langsung melamarnya? Seperti Hae Jin hyung ketika melamarmu?”

Ji Yeong tersenyum malu, “Boleh aku memberi saran?”

“Tentu.”

“Aku akan membantumu menghadapi Appa, bagaimana?”

Jinja?”

“Tentu, adik ipar.”

Seo Joon kembali tersenyum, tangannya tergerak untuk menyingkirkan helaian rambut yang berada di pipi Ji Won. Memperhatikan kembali wajah wanitanya ini tertidur, hal yang sudah menjadi kegiatan favoritenya.

Ia kembali memikirkan ucapan Kim Jong Woon beberapa jam yang lalu.

“Seo Joon-ssi, bagaimana jika kita mengobrol sambil main catur?” Ajak Jong Woon, ketika Seo Joon mengantarkan Ji Won sampai rumah.

“Appa…” rengek Ji Won mencoba merayu Appanya untuk tidak mengetes Seo Joon terlalu jauh.

Wae?” Jawab Jong Woon cepat, dibelakangnya Eomma hanya tersenyum menenangkan sang putri.

“Ji Won-ah, bagaimana jika kamu menemani Eomma eoh?” Ajak Eomma.

“Tapi eomma…” Ji Won pada akhirnya pasrah mengikuti perintah Eomma. “Appa…” panggilnya, “Kalian tidak boleh menyentuh alkohol sedikitpun! Awas jika kalian melanggarnya…” pinta Ji Won dengan sedikit ancaman lalu pergi meninggalkan kedua pria tersebut.

Aigoo~ putriku sudah sangat dewasa rupanya.”

Seo Joon tersenyum mengiyakan, ia lalu mengikuti Tuan Kim menuju ruangannya. Mengeluarkan papan catur dan merapihkan pion-pion sesuai urutannya.

“Kau mau minum white wine?” Tawar Tuan Kim.

Aah, ye Abeoji.”

Seo Joon menahan nafas untuk meringankan debaran jantungnya yang meningkat, ia ingat larangan Ji Won mengenai alkohol. Tapi, mungkin sedikit anggur yang ditawarkan oleh Tuan Kim bisa mengurangi rasa gugupnya.

“Silahkan.” Tawar Tuan Kim menarug gelas berisi anggur putih dihadapan Seo Joon.

Ah ye, gamsahamnida abeoji.”

Keduanya duduk berhadapan, mencoba memulai olahraga yang mengasah otak itu. Sepuluh menit dalam keheningan membuat Tuan Kim mengantuk, tidak ingin suasana menjadi semakin canggung, Tuan Kim memulai pembicaraan seriusnya.

“Kau mencintai Ji Won?”

Seo Joon langsung terbatuk begitu mendengar pertanyaan Tuan Kim, bibirnya ingin sekali menyangkalnya tapi hatinya tidak ingin. Ia sudah jatuh cinta pada wanita itu sejak pertama kali bertemu. “Sangat.”

“Wae?”

Seo Joon tersenyum, “Aku juga tidak tahu kenapa bisa sangat mencintai Ji Won, bukankah jatuh cinta tidak perlu syarat?”

“Ck, itu bukan jawaban yang tepat untukku.”

Seo Joon kembali tersenyum, “Karena dia seorang Kim Ji Won. Gadis tercantik yang pernah aku temui dan gadis yang memiliki senyum hangat. Aku merasa nyaman disisinya, belajar banyak hal ketika bersamanya dan ia begitu mengagumkan.”

Tuan Kim ikut tersenyum, “Kurasa juga begitu, apa rencanamu untuk putriku?”

Seo Joon melangkahkan pion kudanya membentuk huruf L, “Aku ingin bersamanya abeoji, setiap hari, setiap waktu di sisa hidupku.”

Tuan Kim mengarahkan matanya pada Seo Joon, “Kau sudah melamarnya?”

Seo Joon menggeleng, Aniyeo aboji, aku ingin meminta izin dari anda terlebih dahulu.”

Wae?”

“Ji Won selalu berkata, dia sangat menyayangi anda. Apapun yang anda lakukan untuknya pasti yang terbaik untuk dirinya.”

Tuan Kim tersenyum dan Seo Joon ikut tersenyum ketika melihat setetes air mata yang menghiasi wajah tampan pria berusia kepala 6 tersebut.

Uri Ji Won, aish.. gadis itu.” desahnya sambil menghapus setetes air di sudut matanya, “Kau bisa membahagiakanya?”

Seo Joon tersenyum dengan pandangan yang mantap, “Pasti.”

“Kuijinkan kau untuk membahagiakannya.” Tuan Kim tersenyum pada Seo Joon, membuat Seo Joon ikut tersenyum dan detik itu juga perasaan gugup serta rasa takut menguap begitu saja.

“Ye, gamsahamnida abeoji.”

Tuan Kim tertawa lalu mengambil gelas anggur dan melakukan toast bersama calon menantunya ini, ia memang sudah lama menyukai sikap Seo Joon yang selalu ada disaat Ji Won membutuhkannya. Seo Joon tidak berubah sejak pertama kali mereka kenal, ia selalu menomor satukan Ji Won. Membuatnya cemburu karena selama 18 tahun membesarkan Ji Won, ia selalu di nomor satukan. Tapi, ketika anak perempuannya itu mengenal Seo Joon posisinya sudah tergeser. Seo Joon memprioritaskan anak perempuannya dalam hal apapun dan ia mengaguminya, seorang Park Seo Joon adalah lelaki tepat untuk putrinya.

“Cepat jalankan pionmu.” Ucapnya pada Seo Joon.

Seo Joon tersenyum setelah berhasil meneguk wine kedua, Mian abeoji, tapi sejak tadi permainan ini sudah skak-mat…”

“Mwo?”

Tuan Kim terkejut ketika untuk kedua kalinya ia dikalahkan dalam hal bermain catur setelah Park Hae Jin tujuh bulan yang lalu mengalahkannya, ia semakin kaget ketika melihat Seo Joon sudah tak sadarkan diri dihadapannya.

Aigoo, anak ini.”

Ji Won datang sambil membawakan oleh-oleh yang ia bawa untuk Appa-nya, tapi hal sesungguhnya adalah ia ingin melihat apa yang Appa dan Seo Joon lakukan.

Appa, aku membawa sushi untuk…” Ji Won terdiam begitu melihat Seo Joon sudah tidak sadarkan diri,Appa.. kau memberinya alkohol?” tanyanya.

“Hanya white wine, wae?”

Ji Won memasang wajah kecewanya, Appa.. sudah kubilang jangan minum alkohol, pria satu ini tidak bisa minum alkohol.”

Aigoo~ Appa tidak tahu, dia bahkan sudah minum 2 gelas.”

Ji Won memukul keningnya, jika 1% alkohol sudah membuatnya tertidur selama 1 jam. Itu berarti dengan kandungan alkohol yang mencapai 10%, Seo Joon akan tertidur selama kurang lebih 10 jam.

Seo Joon tersenyum bahagia melihat Ji Won tengah tertidur disampingnya, ia tidak ingat bagaimana ia bisa berada di kamar Jong Hyun. Mengetahui Ji Won berada disampingnya sudah membuat hatinya bahagia, ia menggapai tangan Ji Won-nya. Mengusapnya dengan lembut dan memikirkan pernikahan secepatnya untuk menjadikan Ji Won sebagai miliknya. Dalam otaknya ia menghitung waktu senggang yang dimiliki oleh keduanya dalam bekerja di rumah sakit, dan ia tersenyum mengingat jika bulan depan ia bisa mengajukan cuti berlibur.

“Saranghae, Ji Won~ah. Neomu saranghae..” ungkapnya sambil mencium kening Ji Won dengan cukup lama.

*#*#*#*

jjang >w<
baru update setelah 3 minggu, kkk~
Happy Reading 😀

with love
-Dewi Sandra-

m43dventure | Pulau Datuk

Let’s m43dventure starts from work on my office XD
So, let’s hear that…

Kebetulan kantor dapat proyek dari pemerintah untuk membuat desain kawasan buat acara Sail Karimata 2016..
proyek dimulai di tahun 2015 di bulan september.. Imagine that, tiga bulan harus desain buat acara nasional dan internasional TT^TT
and here we go, satu tim datang ke Pulau Datuk..
Lokasi di Maps Google pasti ketemu, cari bagaimana traveler kesini pasti udah banyak caranya..
yang pasti yang gak akan pernah saya lupakan dari project ini adalah…. sunset-nya XD
Oh, God… beneran, sunset disini bagusnya bukan main XD
Jika ada kesempatan untuk kembali kesini… antara mau dan gak mau XD
why?
perjalanannya broooooo T^T
JAKARTA-PONTIANAK-SUKADANA
abisin waktu seharian TT^TT

Pantai Pulau Datuk | Before The Change

Pulau Datuk

Pantai Pulau Datuk | Before The Change

Untuk sampai ke Pulau ini harus menggunakan boat… what the prize? I don’t know.. sorry.

Pantai Pulau Datuk | Before The Change

Tugu Lama Pantai Pulau Datuk

With The Team Goes To Datuk Island’s

Perjalanan selama kurang lebih 15 menit

Candid Camera from the Team XD

I Like This

Enjoy The Day

Say What?!

The Sunset

So, ini sebagian foto yang berhasil diabadikan.. sebenarnya lebih banyak cuma kapasitas blog yang tidak memungkinkan..
Satu hal yang bisa diambil dari segi Arsitektur…
Sebagian orang pasti anggap kita merusak ekosistem pantai, dari pantai yang terlihat alami berubah menjadi buatan manusia.
bagi saya perubahan itu perlu, kita sebagai manusia pasti berubah.. baby-children-teenage-old.. so, setiap kehidupan pasti ada perubahan, yang membedakan hanyalah pasca perubahan itu. apakah ini dirawat atau tidak.
karena sejauh ini saya belum sempat kesana lagi, jadi saya tidak tahu bagaimana kondisi disana sekarang.
terakhir dengar kalau tempat ini jadi tempat favorite masyarakat buat wisata…
setiap hari libur pasti padat pengunjung 😀

I’m glad to hear that 😀

Thank You for Coming, Looking, Reading and Like or Comment
with love

-Raline Shah-

Away In The Silence | Chapter 5 – The Fifth Of Harmony

Seo Joon melangkahkan kakinya dengan ringan, pagi ini ia semangat berkeliling Disneyland Tokyo. Sepertinya adrenalin-nya tengah meningkat pesat dan ia ingin mengeluarkannya. Beberapa meter di belakang Seo Joon tampak Ji Won yang berjalan dengan berat hati, ia benar-benar ingin melupakan kejadian memalukan semalam.

“Hya, Woonie! Apa kita sedang bermain film detektif?”

Ji Won terperanjat, “A.. ani. Wae?” jawabnya dengan mata yang tidak fokus, mengalihkan pandangan dari Seo Joon.

Seo Joon melangkahkan kakinya berbalik menuju Ji Won, membuka telapak tangannya menunggu tangan Ji Won untuk diraih. “Ayo, mulai hari ini kita berkencan. Kajja!”

Mwo? Date?”

Seo Joon mengerutkan keningnya, mendekati wajah Ji Won hingga hidung jarak hidung mereka menyisakan 2 cm. “Apa kau tidak ingat perkataanmu semalam? Apa kau masih mabuk?”

Ji Won terperangah dan menjauh dari pandangan intimidasi seorang Park Seo Joon, “Ani.. ani.. ani..”  jawabnya dengan wajah memerah.

Seo Joon tersenyum melihat tingkah Ji Won yang sedang gugup, begitu menggemaskan. “Kim Ji Won-ssi, aku menyukaimu.”

Jantung Ji Won berhenti berdegup beberapa detik, Mw.. mwo? Hik!”

Cegukan disaat menyatakan perasaannya?

Seo Joon semakin tertawa senang begitu melihat tingkah super menggemaskan dari Ji Won, dia lalu memeluk gadis yang tengah menutup mulutnya untuk menghentikan suara cegukan.

“Kau terkejut? Apa itu berarti kau juga menyukaiku?”

Ji Won mencoba menahan nafas untuk meredakan debaran jantung dan cegukannya, tapi sepertinya percuma karena debaran jantungnya tidak berkurang. Seo Joon masih tersenyum, memeluk Ji Won dengan erat enggan melepaskannya. Ia masih ingin terus mendekapnya, menghirup aroma parfum yang membuatnya selalu ingat dengan Kim Ji Won.

“Parfum apa yang kau pakai?” Tanyanya masih belum melepaskan pelukan.

“L’eau.. hik… D’issey.”

So fresh, i love it. Kalau yang kau pakai saat pesta?”

Ji Won mencoba mengingat koleksi parfum miliknya, “Ooh, itu… hik… Lady Million.”

“Sangat kau sekali, aku semakin menyukainya.”

Ji Won tertawa, membiarkan Seo Joon terus memeluknya. Karena ia juga selalu menyukainya, “Apa kau akan membuka toko parfum?”

“Bersamamu?”

“Kenapa harus bersamaku?”

“Karena itu kau.”

Ji Won tersenyum, perlahan ia mengangkat tangannya untuk membalas pelukan pria yang kini… haruskah ia memanggilnya dengan kekasih?

Oppa… lepaskan. Ini tempat umum..” pinta Ji Won merasa kini mereka diperhatikan oleh orang-orang sekeliling.

“Lima menit lagi, setelah itu kita akan bermain sepuasnya.”

Keduanya saling melemparkan senyum begitu selesai berpelukan, saling berpegangan tangan mereka kompak mengunjungi wahana Adventure Land. Mulai dari Western River Railroad sampai Jungle Cruise, tidak bosan untuk mereka coba. Sesekali Seo Joon masih sempat menggoda Ji Won dengan boneka Stich, lantaran gadis itu memang menyukai Animasi Disney.

“Jadi kau menyukai Stich karena dia biru?” Tanya Seo Joon ketika Ji Won memberitahu alasan ia menyukai Stich.

“Sebagian iya, sebagiannya lagi karena dulu aku merasa seperti Stich.”

Seo Joon tersenyum, merangkul kembali kekasihnya. “Kalau begitu, Lilo akan selalu menghiburmu. Aloha.”

Setelah menghabiskan waktu selama 1 jam di Adventure Land, mereka beralih ke Western Land. Memasuki Westernland Shootin Gallery, Seo Joon menantang Ji Won untuk menembak.

“Apa taruhannya?” Tanya Ji Won yang sudah siap dengan senapannya, mengecek isinya lalu siap membidik semua benda yang berada dihadapannya.

“Aku akan menggantikan shift malammu untuk 1 hari jika kau berhasil mendapatkan Golden Sherrif Donald, eotte?”

Ji Won melihat kearah sekitar, “Ok, deal with it.”

Seo Joon tersenyum bangga, karena ia yakin Ji Won tidak mungkin mendapatkannya. Gadis ini selalu kalah dalam bermain game apapun, jadi ia merasa akan menang kali ini dan memikirkan hal apa yang akan ia pinta dari Ji Won.

Tapi, kali ini sepertinya ia kalah.

Tangan Ji Won dengan cekatan memegang senapan, matanya menatap tajam benda yang berada dihadapannya. Ia melihat beberapa clue yang menunjukan jika ada benda-benda yang akan mendapatkan Golden Sherrif dan ia ingin memilikinya.

DOR. DOR. DOR.

Dengan wajah santai Ji Won meletakkan kembali senjatanya, mengambil kartu yang keluar dari balik meja counter. Ji Won tersenyum penuh kemenangan, “Tadaaa, selamat untukku.”

Seo Joon menatap tidak percaya, “Hya, bagaimana bisa?”

“Karena aku jenius? So… gantikan shiftku sepulang dari sini ya, Seo Joon Oppa.”

“Woonie-ah apa kau tidak kasihan kepadaku?”

Ji Won melangkahkan kakinya kembali menuju Big Thunder Montain, jika saat ini ia tengah bersama Ji Yeong Eonni mungkin kakaknya itu sedang sibuk berbicara dengan makhluk lain. Memikirkannya membuatnya merinding, ia bersyukur tidak memiliki kemampuan seperti eonni-nya. Memikirkan Ji Yeong ia jadi ingat jika mereka belum bertemu dalam minggu ini, bagaimana keadaannya kandungannya?

“Woonie, kau tidak lapar?” Seo Joon bertanya sambil mengusap perutnya, mata Ji Won melihat sekeliling.

Ani, aku hanya haus.” Jawab Ji Won sambil mengeluarkan ponselnya, hendak menghubungi kakak kesayangannya.

Seo Joon mengangguk lalu menarik Ji Won untuk mengikutinya, membiarkan Ji Won menelfon kakak-kakaknya.

“Eonni annyeong!” Sapa Ji Won semangat.

“Ji Wonnie, annyeong! bagaimana kabarmu? Hya… kenapa ramai sekali? Kau sedang dimana?”

Ji Won tertawa, “Aku sedang di Disneyland Tokyo.”

“Tokyo? Jinja? Hya, eonni mu ini sedang Ritz Carlton Tokyo.”

“Hoa, jinja? Aah, sejak kapan?”

“Tadi pagi, menemani Hae Jin yang ingin tanda tangan kerjasama dengan kontraktor disini. Kau sudah lama? Bagaimana jika aku kesana? Mana Seo Joon?”

Ji Won kembali teredak, “Hya eonni, berhenti melihat masa depanku. Aish jinja.”

Ji Yeong tertawa diseberang sana, “Sulit sayang, aah.. Hae Jin sudah datang. Kami akan menyusulmu kesana, kita akan double date!”

EONNNNIIIII!!!” Teriaknya kesal karena kakaknya kini akan semakin gencar menggodanya.

“Hya, wae? Bagaimana Yeonggie?” Tanya Seo Joon begitu menghampirinya dan memberikannya jus.

“Ck, mereka akan bergabung kesini.” Jawab Ji Won masih terasa kesal.

Seo Joon kembali tersenyum, ia memberikan topi yang dipakainya ke Ji Won. Memasangkan topi hitamnya karena siang ini mulai begitu terik, dan ia tahu jika Ji Won memiliki kulit yang sensitive dibawah terik matahari langsung.

“Bukankah itu bagus? Memangnya kau tidak merindukannya?”

“Justru karena aku rindu, aku menelfonnya.”

Seo Joon tersenyum, mengusap gemas kepala Ji Won. Jja, makanlah. Setidaknya kau kali ini bisa lebih santai menghadapi adrenalin Yeonggie.”

“Kenapa lebih santai? Yeonggie pasti akan menarikku kesana kemari untuk menaiki wahana… chakkaman, kau benar. Bukankah wahana ekstrim tidak bisa ia naiki?”

Seo Joon mengangguk sambil menelan makanannya, “Yup, karena kakakmu tengah hamil maka dipastikan beberapa wahana ekstrim disini akan terlewati.”

Ji Won tersenyum dan keduanya kembali melanjutkan aktivitas bermain menuju wahana Splash Mountain. Menikmati alur kereta cepat sambil diselingi dengan beberapa semprotan air dan pemandangan yang bagus. Sepuluh menit kemudian mereka berdua jalan dengan wajah menyesal, lupa membawa pakaian ganti ketika naik wahana air. Biasanya Ji Yeon tidak pernah melewatkan hal apapun, karena memikirkan kejadian semalam paginya ia lupa membawa pakaian ganti.

“Kau mau beli T-shirt itu?” Tanya Seo Joon tidak yakin pada t-shirt bertuliskan semua wahana di Disneyland.

Ji Won melihat t-shirt berwarna ungu itu, “Tidak adakah warna lain?”

“Kurasa ada, ayo kita cari.”

Keduanya memasuki toko tersebut, menanyakan kepada pelayan beberapa kaos souvenir. Setelah bernegosiasi dengan cukup lama akhirnya keduanya mengambil kaos hitam bertuliskan semua wahana Disneyland dengan membentuk gambar Mickey Mouse. Icon central dari Disney Land, yang sudah melegenda.

Seo Joon tersenyum lebar, wajahnya semakin tampan dalam pakaian hitam dan kacamata hitam mampu membuatnya terlihat seperti selebritis, bukan seorang dokter ahli neurologi. Serupa dengan Seo Joon, Ji Won justru terlihat lebih mempesona dengan pakaian hitam. Beberapa pria disana bahkan terus melihat Ji Won, membuat Seo Joon harus terus menggenggam tangan Ji Won. Haruskah ia beli cincin untuk menandakan jika gadis disampingnya ini sudah menjadi miliknya?

 

*#*#*#*

Tes Tes Tes
Tadaaa… chapter 5 release juga XD
sedikit cerita.. awalnya ga ada niat buat bikin SeoWon couple backpakeran ke Jepang, tapi berhubung sya lagi berusaha menabung buat backpakeran kesana walhasil tertulis di SeoWon couple XD
yang disuka dari jepang…. gue pengen takoyakiiiiii T^T
so, enjoy the story.
Thank You for Coming, Reading, Like and Comment :*
with love,
-Sakura Kinomoto-

Away In The Silence | Chapter 4 – The Crazy Fourth

Sheraton Grande Tokyo Bay Hotel tampak masih ramai dengan pengunjung, dengan wajah lelah kedua orang ini memasuki area lobby untuk menuju receptionist. Seo Joon berjalan lebih dahulu, membiarkan Ji Won dibelakangnya, dia ingin cepat pesan dua kamar untuk mereka berdua. Beristirahat sebelum memulai kembali perjalanan mereka keesokan harinya, setidaknya ia harus menyimpan tenaga untuk menemani Ji Won yang sangat menyukai Disneyland.

Eoh? Kalian menginap disini?” Seo Joon dan Ji Won dengan kompak menengok pada seseorang yang menyapa mereka kembali, suara yang terdengar asing lantaran mereka mulai terbiasa mendengar bahasa Jepang kini mendengar suara orang Korea.

“Aah, ahjumma. Annyeonghaseo, kenapa bisa berjumpa kembali disini.” Sapa Seo Joon yang sedikit terkejut dan juga lelah, membuat Ji Won hanya bisa tertawa dibelakangnya.

Annyeonghaseo, kalian akan babymoon disini juga?”

Ji Won merasa Seo Joon sudah lelah untuk menyapa mereka,  ditambah akting pasangan suami-isteri harus mereka tampilkan kembali. Ia yakin kedua orang tua ini akan sangat marah seandainya sekarang tahu jika mereka bukanlah pasangan suami-isteri. Ji Won merangkul tangan Seo Joon, menaruh kepalanya pada pundak pria ini. Annyeong ahjumma, ne kami akan menginap disini.”

Aigoo, kalian pasangan serasi.”

Keduanya tersenyum, “Ne, gamsahamnida.”

“Berapa lama kalian akan disini?”

“Hanya satu malam, besok kami akan kembali ke Seoul.”

“Aah, sayang sekali.”

Seo Joon kembali melanjutkan aktivitas memesan kamar, ia hendak memesan dua kamar sebelum Ji Won menginterupsinya. One Suite Room for us.”

Seo Joon mengerjap, “Hya, apa ini karena ada mereka?” bisik Seo Joon.

Ji Won mengangguk, “Kupikir hotel bintang 5 seperti ini pasti menyediakan ranjang yang besar, apa kau mau memesan President Suite saja? Banyak ruangan bukan?”

“President dengkulmu.” Umpat Seo Joon membuat Ji Won tertawa.

Selesai memesan kamar keduanya pamit pada pasangan lebih tua yang berada disampingnya juga, tanpa sadar Ji Won tidak melepaskan tangannya dari lengan Seo Joon. Sedikit membuat pria dengan tinggi 185 cm itu tersenyum, senang akan liburan mereka kali ini.

Mau tidak mau, suka tidak suka, pada akhirnya keduanya kini berada dalam kamar yang sama. Jika kedua pasangan tadi tidak ada di lobby, pasti kini mereka sudah tertidur di kamar masing-masing.

“Haruskah aku buka kamar lagi?” Tanya Seo Joon begitu mereka sudah masuk ke dalam kamar berukuran 40 m2 itu.

Ji Won melihat ke arah kasur, “Kurasa tidak perlu, look.. we have twin queen bed.”

“Okay, aku mandi duluan.”

Seo Joon menutup pintu kamar mandi, sedikit menetralkan debaran jantungnya yang sudah menaiki tingkat siaga satu. “Satu kamar bersama Ji Won, tidur bersama Ji Won.” Pikiran-pikiran itu juga yang sedikit mengganggunya. Apakah ia bisa tidur?

Seo Joon menyalakan air dingin, membasuh kepalanya dengan cukup lama. Ia berharap pikiran-pikiran yang membuat jantungnya berdebar tidak karuan ikut terbuang dengan air dingin yang mengalir.

Di sisi lain Ji Won tengah memandangi pemandangan lampu dari balik jendela besar, sedikit minum bir yang ia ambil dari mini bar di kamar.

“Hey, Park Uisanim. Lama sekali kau di dalam, kau tertidur?” Omelnya begitu Seo Joon sudah ikut duduk disampingnya, sedikit tidak menyadari kehadiran pria itu pada awalnya.

“Kau minum bir?” tanya balik Seo Joon.

“Jangan diminum!”

Anniyeo, aku bahkan belum menyentuhnya!”

Ji Won tertawa, ia sudah sangat hafal jika pria disampingnya ini tidak bisa minum sesuatu yang mengandung alkohol. Walau itu hanya 0,1% saja, jika ia minum maka dipastikan Seo Joon akan tertidur dalam hitungan ke 10.

“Apa yang kau pikirkan?” Tanya Seo Joon sambil meminum jus.

“Memikirkan betapa rumitnya hidupku.”

Seo Joon menoleh, menatap Ji Won dari samping. Sejak ia mengenal Ji Won 7 tahun yang lalu, ia sudah hafal jika ekspresi ini adalah ekspresi kesedihan. Ia ingat bagaimana Jong Hyun bercerita ketika Ji Won dijauhi oleh teman-teman satu sekolahnya saat sekolah dasar, bagaimana Ji Won juga dijauhi ketika dirinya akselerasi saat smp dan sma.

Baginya hidup wanita ini sangat kesepian, tapi beruntungnya seorang Kim Ji Won ialah memiliki keluarga yang hangat. Mempunyai 2 kakak laki-laki yang selalu melindunginya dan 1 orang kakak wanita yang selalu mendengarkannya serta beberapa sepupu yang seumuran dengannya merupakan anugerah tersendiri. Ia sendiri iri dengan anugerah itu, sebagai seorang anak yang tinggal jauh dari orang tuanya.

Ia memang memiliki dua adik yang masih sekolah, dan kedua orang tua yang memiliki bisnis di luar negeri. Jika dulu ia tidak mengenal Ji Yeong dan Jong Hyun, mungkin sekarang ia sedang bekerja di sebuah perusahaan milik Ayahnya. Bidang Dokter memang bukan hal yang ia sukai pada awlanya, tapi itu berubah ketika ia mengenal Ji Won. Gadis itu menyihirnya hingga ia terlarut dalam bidang kesehatan, mengabaikan bisnis keluarganya.

“Ji Won-ah..” panggilnya.

“Hmm?”

Seo Joon mendekatinya, merangkul bahunya dengan possesive. “Nikmati hidup ini tanpa rencana apapun, sekali-kali berbuat gila lah untuk mengetahui bagaimana dirimu sebenarnya. Ne?”

Ji Won merenungi ucapan Seo Joon, baginya mempunyai teman sekaligus kakak sebaik dan sekeren Park Seo Joon sudah membuat hidupnya sempurna.

Ne harabouji. Jja, aku mau mandi dulu.”

Ji Won memasuki kamar mandi, memikirkan perkataan Seo Joon barusan. Haruskah ia berbuat gila?

Sepertinya jawabannya adalah ya!

Dengan cepat ia menyelesaikan mandinya, memakai pijama panjang lalu keluar menghampiri Seo Joon yang tangah duduk santai sambil makan beberapa irisan buah.

Hya, wae? Kenapa menatapku seperti itu?”

Oppa…”

Seo Joon menelan suapan buah dimulutnya, mengambil minum lalu meneguknya. Siap mendengarkan permintaan wanita yang sudah membuat hari-harinya terasa begitu menyenangkan.

Oppa… ayo kita berkencan!”

Detik itu juga Seo Joon berhasil menyemburkan minuman dengan rasa kaget yang luar biasa, dirinya bahkan terbatuk karena air yang seharusnya turun melalui kerongkongan malah salah jalur merasuki pangkal pernafasan.

Mwo? Hya, Kim Ji Won. Kau sedang sakit?”

Ji Won menggeleng lalu duduk dihadapan Seo Joon, “Kau bilang hanya aku wanita yang belum kau kencani, kalau begitu ayo kita kencan.”

“Hya, apa perlu kau ke psikater? Aku punya kenalan yang…”

“Jadi Oppa juga tidak mau berkencan denganku?”

Seo Joon menatap serius mata Ji Won, “Kau yakin?”

Ji Won mengangguk semangat, “Aku pikir jika ingin merubah kehidupanku, aku harus berbuat sesuatu. Aku ingin berubah, aku juga ingin memiliki pacar. Sampai hari itu tiba, aku akan berusaha berubah. Bukankah seharusnya begitu?”

“Hya, jadi aku dianggap sebagai kerinci percobaanmu?”

“Eiy, setidaknya Oppa lebih berpengalaman berpacaran dengan ratusan wanita. Kau bisa mengajarkanku, apa dan kenapa pria bisa tertarik dengan wanita. Ne?”

“Aku tidak mau.” Seo Joon menolaknya, sesungguhnya jika Ji Won bilang menyukainya ia pastikan akan langsung setuju menjadi kekasihnya.

Kekasih?

Oppa tidak menyukaiku?” untuk kali ini Ji Won bertanya dengan nada sedih, jika ia menemukan fakta bahwa Seo Joon tidak menyukainya maka semua pria pasti tidak menyukainya juga.

Seo Joon menghela nafas, meraih wajah Ji Won dengan kedua tangannya. “Dengar baik-baik Nona Kim, aku lebih menyukai Kim Ji Won yang pemalu, yang selalu mengingatkanku, yang selalu menyemangatiku. Jika kau ingin berubah bersamaku, aku akan senang membantumu. Bagaimana jika kita lakukan bersama? Aku akan mengajarimu bagaimana wanita bersikap dihadapan pria dan kau ajari aku untuk berkomitmen, hmm?”

Wajah murung Ji Won berubah, mata besarnya mengerucut pertanda ia sedang tersenyum lebar. Ne, ayo kita lakukan bersama!”

Seo Joon ikut tersenyum lebar, melepas tangannya untuk memeluk Ji Won. Tapi gadis itu malah kembali membuat jantungnya bermasalah, dengan cepat Ji Won memeluknya hingga mereka terjatuh.

Ji Won mencoba bangun, Gomawo oppa.” Mata Seo Joon membesar karena kecupan ringan pada bibirnya.

‘Hya! Kim Ji Won, aish.’

“Aah, mianhae!” sadar akan perbuatannya yang membuat Seo Joon terdiam, Ji Won langsung beranjak menuju tempat tidur.

Menutup wajah super merahnya dengan selimut tebal, ‘Ji Won-ah baboya!’ keluhnya sambil memukul pelan bibirnya.

Seo Joon yang masih berbaring di lantai masih sedikit terkejut dengan tindakan Ji Won, jantungnya berdetak makin tidak karuan. Dia memang mencintai adik sahabatnya itu, jika awalnya ia ingin selalu disamping Ji Won. Setelah kejadian ini ia tidak yakin dengan dirinya sendiri, apakah ia sanggup dengan hanya disamping Ji Won?

Bayangan bagaimana ia akan menghabiskan sisa hidupnya bersama Ji Won langsung terlihat begitu saja. Menggodanya seharian, melakukan hal-hal seru setiap hari, dan membesarkan anak-anak mereka dengan tawa dan cinta.

Ia ingin Kim Ji Won, ia harus memiliki Kim Ji Won.

Tapi, apakah ia siap dengan sikap sahabatnya Kim Jong Hyun?

Lalu bagaimana dengan Kim Jong Woon, Ayah yang sangat overprotective pada Ji Won?

 

*#*#*#*

Anyeeooooooonghasseeeoyooooooooo!!!
HAPPY NEW YEARS everyone XD
setelah “setahun” ga update, akhirnya mencoba mengawali tahun pertama di 2018 dengan lanjutan SEOWON Couple… aigooo XD
congratulation best couple in KBS Awards, kkk~
Enjoy The Read :*
with love
-Kim Ji Won-

Away In The Silence | Chapter 3 – The Third Of Memorable

Ji Won dan Seo Joon akhirnya menapakkan kaki di Bandara Internasional Kansai, setelah berada 2 jam menuju bandara, 2 jam menunggu pesawat dan 2 jam berada di udara. Kedua manusia berprofesi dokter itu bisa menghirup udara Jepang dengan bebas, kacamata hitam membingkai wajah cantik dan tampan mereka pagi ini. Selain untuk menutupi mata bengkak mereka-lantaran mereka langsung pergi sepulang jadwal malam-juga untuk menghindari tatapan orang-orang. Setidaknya mata panda tidak mudah terlihat jika memakai kacamata bukan, hal itu yang selalu mereka pikirkan dan menikmati 2 hari 1 malam di Negeri Sakura cukup membuat mereka menikmati masa sebagai manusia.

“Ini masih jam 7, kau mau sarapan?” Tanya Seo Joon begitu mereka berjalan menuju subway untuk membeli tiket bypass selama 1 hari.

Eoh, aku lapar. Kau ingin makan apa?” Jawab Ji Won sambil mencoba mencari masker karena mereka memutuskan liburan a la backpaker, yang otomatis akan menggunakan transportasi umum dan alergi Ji Won yang tidak mendukung.

“How about… Kura Sushi?”

“Eoh, let’s go!”

Udara dingin masih bisa mereka rasakan walau sudah memasuki bulan April, sepanjang jalan banyak bunga yang bermekaran. Mata Ji Won tidak melewatkan hal apapun sepanjang perjalanan, ia merasa jika sudah berada di negeri orang ia tidak boleh melewatkan pemandangan apapun. Jika saja ia memiliki waktu libur yang cukup panjang, ia sudah pastikan akan mengunjungi London atau Kanada. Berbeda dengan pria disampingnya yang sudah tertidur dengan pulas, memakai bahunya untuk menopang kepala Seo Joon. Ia tahu jika pria disampingnya ini jauh lebih lelah dibanding dirinya, karena jadwal UGD untuk dua hari terakhir sangat menggila dan pria disampingnya ini selalu meminta bantuan jika ada operasi besar. Setidaknya Ji Won akan memikirkan kembali untuk sekolah Strata dua dibidang anak-anak, walau bidang dokter bedah sudah ia tempuh bersama dokter disampingnya ini.

Oppa, bangun. Kita sebentar lagi akan turun.” Ji Won menepuk lengan Seo Joon, membuat pria itu langsung sigap bangun dan bersiap mengambil satu koper yang mereka bawa. Meraih tangan Ji Won dan berjalan menuju pintu gerbong, bersiap untuk segera keluar.

Setelah berjalan lima menit keduanya tidak dapat berhenti tersenyum lebar ketika melihat ratusan piring berisikan sushi segar yang berjalan pada mini conveyor belt, hal yang mereka sukai jika tengah berada di Jepang. Ji Won sudah menghabiskan lima piring sushi, sedangkan Seo Joon tengah melirik piring yang ke delapan.

“Apa kau berencana mengambil S2 kembali?” tanya Seo Joon tiba-tiba, membuat Ji Won sedikit tersedak.

“Ani, wae?”

Seo Joon menyelesaikan makannya, “Kupikir kau bisa mengambil spesialis anak, kau terlihat sangat menikmati jika tengah bertugas di bangsal anak-anak.”

Ji Won tersenyum, “Aku selalu menikmati dimanapun aku ditempatkan, jika tidak, seorang dr. Park Seo Joon lulusan terbaik di bidang saraf tidak akan memanggilku untuk melakukan operasi besar.”

“Cih, tukang pamer.”

Seo Joon menatap sebal lalu mata kecilnya beralih pada piring ke sembilan. “Apakah aku memang perlu mengambil spesialis anak?”

Seo Joon mengangguk, “Coba saja, aku mendukungmu 1000%, dengan IQ mu yang diatas 250 itu. Aku yakin kau hanya membutuhkan waktu 1,5 tahun untuk merampungkannya.”

Ji Won tertawa, Arraseo, akan aku pikirkan kembali.”

“Bagaimana jika kita kuliah bersama lagi? Jika kau ambil bidang anak, aku akan mengambil gelar doktor.”

“Berani membayar semahal apa untuk menjadikanku asiatenmu, dr. Park?” Tebak Ji Won.

Seo Joon tersenyum memaksa, tahu apa yang dia maksud. “Dengan… cinta. Saranghae!” Jawabnya sambil melipat jemarinya hingga membentuk simbol cinta.

“Cinta dengkulmu.” Maki Ji Won, membuat Seo Joon tertawa.

Selesai menghabiskan 25 piring sushi, keduanya melanjutkan kembali perjalanan menuju Istana Osaka. Ji Won yang hanya berniat melihat bunga yang bermekaran, mendadak berubah menjadi photographer ketika pria yang lebih tinggi 21 cm darinya selalu meminta foto. Wajah cantik Ji Won berubah menjadi lebih cantik ketika melihat ratusan ume bloom, senyumnya mengembang ketika melihat satu persatu ume bloom di taman bunga istana. Mulai dari red ume hingga white ume tidak ia lewatkan dalam kamera digital miliknya, mengabadikan bunga yang hanya mekar dalam kurun waktu satu tahun sekali dan dalam waktu dua minggu ini.

“Yeoppoda.” Ungkap Seo Joon ketika berhasil memotret Ji Woon diantara bunga Pink Ume dan Cherry Blossom, salah satu hal dari ratusan hal yang ia sukai dari seorang Kim Ji Woon.

Sejak terakhir mengantar wanita ini hingga ke kamarnya, sejak saat itu pula ia bertekad akan terus berada disamping Ji Won. Menghindari puluhan pasang wanita yang selalu mendekatinya, mengamati Ji Won jika ia memang sempat dan mengajaknya liburan seperti ini. Ia hanya ingin selalu berada disamping adik sahabatnya itu, melindunginya atau selalu ada disaat ia dibutuhkan.

“Kau akan memakannya?” Ejek Seo Joon ketika melihat Ji Won yang tengah menatap dari jarak dekat bunga sakura.

“Memangnya aku burung?”

“Bukankah kau ini lebih cocok jadi beruang?”

Hya!” Keduanya saling berkejaran untuk memukul satu sama lain, diiringi sekilas tawa dari mereka berdua membuat liburan kali ini sangat menyenangkan.

Selang dua jam kemudian Seo Joon kembali menggenggam tangan cantik Ji Won, menggiringnya menuju stasiun untuk mengambil koper dan menuju tempat wisata lainnya. Mereka berdua memutuskan untuk berjalan-jalan menuju Tenjinbashisuji Shopping Street, Osaka Aquarium dan jika memungkinkan akan menuju Tsutenkaku Tower sebelum kembali menuju Tokyo untuk menikmati Diseneyland Tokyo keesokan harinya. Suasana siang di Tenjinbushisuji sudah cukup ramai, keduanya sangat menikmati perjalanan ini layaknya sepasang kekasih. Tanpa disadari Ji Won, Seo Joon selalu menggenggam tangan cantik miliknya, mereka berdua bahkan menyicipi kuliner jalanan dalam jumlah yang selalu dibagi dua.

Oppa, aku ingin takoyaki lagi.” Ucap Ji Won ketika selesai menghabiskan 3 buah takoyaki.

Seo Joon mengangguk, meninggalkan Ji Won yang masih duduk. Menuju tempat penjual takoyaki yang sudah memiliki antrian lebih panjang dari seblumnya ia dan Ji Won mengantri. Seo Joon tersenyum ketika mengingat bagaimana Ji Won memohon kapadanya, “Aah, neomu kwiyopta.”

Sambil menunggu, Ji Won melihat hasil jepretannya pada kamera miliknya. Sedikit tertawa ketika melihat Seo Joon yang selalu bertingkah aneh, tapi ia menyukainya, sifat dan wajahnya sangat cocok. Ji Won tersentak ketika Seo Joon kembali dengan cepat, “Whoa, bagaimana bisa oppa datang lebih cepat?”

Membelah takoyaki lalu meniupnya dan menyuapi Ji Won, ia berkata “Aku memohon pada semua orang yang sedang antri.”

Jinja? Memohon apa?”

Seo Joon kembali menyuapi Ji Won, “Aku berkata jika isteriku yang sedang hamil sangat menginginkan makan takoyaki secepatnya.”

Ji Won menatap datar, Heol, idemu memang sangat luar biasa gila Park uisanim.”

Seo Joon tersenyum lebar, memperlihatkan lesung dibawah matanya. Ia memang sudah biasa disalahgunakan jika sedang bersama Seo Joon, tapi jika tidak seperti ini tidak mungkin mereka makan takoyaki dengan antrean yang bahkan bisa menghilangkan selera makannya.

Aigoo, jadi inikah isterimu yang tengah hamil itu. Aah, yeoppoda.” Sapa seorang wanita tua asal Korea pada mereka berdua.

Seo Joon tersenyum malu, berbeda dengan wajah bingung Ji Won. “Aah, ne Ahjumma.” Jawab Seo Joon sambil merangkul pinggang Ji Won, membuat detak jantung wanita itu mendadak berdegup cepat.

“Aa, mirip saat aku masih muda. Ini anak kalian yang keberapa? Pertama?”

Seo Joon mengecup pipi Ji Won, Ani, ini yang keempat.” Jawaban yang sukses membuat wajah Ji Won memerah.

“Aigoo, ddaebakk.” Jawab seorang pria di samping wanita tua yang sudah dipastikan adalah suaminya, “Kau sangat hebat anak muda.”

Aah, ne. Keluargaku menyuruhku untuk memiliki banyak anak, bukankah semakin banyak jumlah anak maka akan semakin banyak juga rejekinya?”

“Kau benar, kau benar. Semoga sukses dengan babymoon kalian, kalian mau kemana?”

“Isteriku ingin melihat Osaka Aquarium, kurasa kami harus pergi sebelum terlalu sore.”

Dan keempat orang itu segera berpisah, selama perjalanan Ji Won mendinginkan wajahnya. Tingkah Park Seo Joon semakin lama semakin mengkhawatirkan, haruskah pria ini ikut test kepribadian?

Keduanya kembali berjalan menuju stasiun, menaiki kereta yang mengantarkan mereka ke Aquarium raksasa di Osaka. Setelah menempuh waktu selama 30 menit mereka tiba disana, membayar tiket Ji Won kembali menikmati suasana Aquarium raksasa itu, memperhatikan ikan-ikan yang seakan mengelilinginya. Matanya tidak lepas dari segala hal disana, berbeda dengan Seo Joon yang selalu senang menatap Ji Won.

“Hey, kita tidak bisa lama disini. Bukankah kau ingin ke Tsutenkaku Tower?”

Ji Won memasang wajah lelah, “Lain kali saja kesana, aku sudah lelah.”

“Bukankah kau yang semangat kesini?” Seo Joon mengajaknya duduk, mengambil minuman di tas punggungnya untuk memberi gadis ini minuman.

Gomawo, tapi sepertinya tidak cukup waktunya bukan? Kereta ke Tokyo jam 5.40?”

Ne, kita masih punya waktu 2 jam lagi sampai jam 5. Apa yang mau kau lakukan?”

Ji Won memasang wajah berpikirnya, membuat Seo Joon tersenyum. Karena ekspresi wajah gadis ini terlalu menggemaskan dalam hal apapun, “Apa? Jajan lagi?” Senyum Ji Won mengembang ketika mendengar kata makanan, membuat Seo Joon tertular untuk tersenyum. Merapihkan tasnya, tangannya kembali menggenggam tangan Ji Won untuk mengajaknya berdiri.

“Kau memang harus banyak makan Woonie, seorang dokter harus kuat!” ucapnya sambil merapihkan masker, sedikit pukulan pada bahu Ji Won hingga membuat gadis itu berteriak dan mereka berkejaran kembali.

Mata Ji Won terbuka perlahan, ia terbangun karena merasa kepalanya sangat berat seperti menahan sesuatu. Dirinya hendak bangun namun diurungkan begitu melihat tangannya yang digenggam dengan erat oleh sahabat kakaknya ini. Sedikit tersenyum ketika perasaannya selalu lepas jika sedang bersama pria ini, ia mencoba menggerakkan ibu jarinya untuk mengusap jemari panjang Seo Joon. Menyandarkan kepalanya lebih dalam, aroma aftershave pria ini selalu membuatnya tenang.

Citrus, woody and blackpaper. Ia hanya bisa menebak tiga aroma yang lebih dominan pada tubuh Seo Joon. Tidak mau terlarut begitu lama, tangannya yang bebas menepuk tangan Seo Joon. Membuat pria disebelah kanannya ini terperanjat, Wae? Wae? Kita sudah sampai?”

Ji Won tertawa meminta maaf, Mian, aku mau ke toilet.” Seo Joon menghela nafas lega, sedikit menaikan kakinya agar Ji Won bisa lewat. Memijat lehernya yang sudah protes karena diperlakukan dengan tidak nyaman. Melirik jam, menghitung waktu untuk segera tiba di Hotel.

One Hours.

*#*#*#*

Hohoho… annyeong!
berhubung siang ini sudah mulai mengantuk dan bosan dengan kerjaan, sedikit disempetin untuk nulis  di blog yang sudah tak terurus lagi..
setelah dilihat2 nyatanya ini blog perlu renovasi besar-besaran >w< tapi sepertinya waktunya tidak memungkinkan.. heuheu
aaah… I’m very like for this couple-after song2couple sih-ahihihi
daaaan… beneran minta maaf klo ada kesalahan dalam penulisan beserta istilah2 wisata dalam cerita ini..
tapi beneran… lagi kepengen ke Jepang, backpaker ke negaranya Conan Edogawa XD
Insya Allah… aamiin 😀
okay, enjoy your read and super big thanks for comment :*
with love
-Kim Ji Won-

Away In The Silence | Chapter 2 – The Second Of Taste

“I… eh, aun… ttyyyy!!!” panggilan keras dari suara anak kecil menyadarkan Ji Won dari fokusnya yang tengah membaca laporan kemajuan pasien kamar 324. Wajah cantiknya semakin cantik karena senyum yang ia lemparkan pada anak berusia hampir 2 tahun yang tengah berlari kearahnya.

Setengah berlari ia menghampiri anak perempuan manis yang juga berlari kearahnya, bak adegan drama Ji Won langsung memeluknya. Menciumi pipi chubby Ae Ra secara brutal, yang dicium hanya bisa tertawa geli membuat beberapa orang disana juga ikut tersenyum melihat adegan itu.

“Sedang apa keponakan Aunty disini eoh?”

Ae Ra tertawa sambil menunjuk seorang wanita yang tengah berjalan dengan susah payah lantaran perut besarnya.

“Eonni annyeong!” sapa Ji Won segera memeluk kakak iparnya lalu beralih pada perut besar, Aegi-ya annyeong, ini Aunty mu yang paling cantik. Bagaimana kamu disana?”

Ji Won menempelkan telinganya pada perut kakak iparnya, beberapa menit kemudian Ae Ra sang kakak ikut melakukan aksi tante cantiknya itu. Ji Won dapat merasakan tendangan bayi, membuat dia tertawa begitu juga dengan Ae Ra.

“Mereka sehat, uri-aegi sedang memesan kamar disini.” Jawab Bo Young semangat.

Ji Won lalu menggendong Ae Ra, “Lalu mana Jong Jin Oppa? Tidak mengantarmu?”

“Dia dan Hae Jin oppa tengah meeting dengan Direktur dari Inggris, pertemuan ini sangat penting, lagi pula aku diantar jemput.”

“Aish, mereka hanya bisa membuat bayi dan uang saja.” Keluh Ji Won membuat Ibu Hamil cantik itu tertawa.

Aunty, makan. Ae ra lapaaar, sangat lapar.”

Ji Won tersenyum mengangguk dengan antusias, “Let’s go! Aah, tapi tidak bisa cepat-cepat. Eomma harus berjalan pelan ne?”

“Ne, Imo.” Mata Ji Won langsung membelalak, “Okay, Aunty.” Ralat Kim Ae Ra dengan manis, membuat Ibunya kembali tertawa.

Yup, sesuungguhnya Ji Won tidak menyukai panggilan Imo. Menurutnya panggilan itu terlalu tua diusianya yang baru seperempat abad. Ketiga orang itu berjalan menuju kantin di bawah, “Kau sedang tidak sibuk? Apa kami mengganggumu?” tanya Bo Young.

Ani, minggu ini aku tidak di UGD. Jadi tidak setiap saat harus masuk-keluar ruang operasi dan jadwal operasiku hanya 2 kali dalam satu minggu. Jadi, adikmu yang cantik ini bisa hidup dengan manusiawi Eonni. Aah.. chuayo.”

“Syukurlah, nikmati dengan baik hari manusiamu Kim Uisanim.”

Ji Won memberi hormat, “Ne, Bo Young sajangnim!” belum sempat ia memesan makanan sebuah panggilan darurat ditunjukan padanya.

Eonni, aku harus pergi. Mianhae.”

Bo Young tersenyum, “Cepat sana, kami baik-baik saja.”

Ji Won mengangguk lalu segera menuju ruang operasi dimana ia dibutuhkan. Sedikit berlari ia menuju ruangan yang dimaksud, sedikit menyumpah karena kesal hari tenangnya sudah disibukan kembali dengan Bedah Emergency ini.

Memasuki ruang operasi ia langsung disambut dengan operation theatre uniform lengkap, langkahnya terhenti ketika melihat Seo Joon tengah bersitegang dengan Go Soe Hoon, rekan dokter bedah lainnya.

“Apa dengan saling menatap seperti itu pasien ini akan sembuh?” omelnya sambil berjalan menuju pasien.

“Bagaimana kondisinya?” tanya Ji Won pada perawat disampingnya.

“Pasien mengalami DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) dr. Kim.”

“Siapkan transfusi trombosit, tampilkan layar pemandunya, kita tidak punya waktu.” Perintahnya membuat beberapa perawat disana kembali bergegas menyiapkan apa yang ia butuhkan.

Seo Joon masih menatap marah pada rekan dokternya, “Kau tetap disana, Soe Hoon Uisanim. ucapnya sambil segera menyusul Ji Won, membantu wanita itu menyelamatkan pasiennya.

“Saraf kranial sudah baik, siapkan headlamp dan microlens.”

Ji Won menark nafas kuat sebelum memberikan Kogel Tang pada dokter dihadapannya ini “Kau yakin dengan tanganmu?”

“Apa kau mau berkencan denganku jika kita berhasil menyelamatkan pasien ini dr. Kim? Minggu ini aku jadi pembicara di acara himpunan Ahli Neurologi.”

“Dasar tukang pamer.”

Seo Joon tersenyum lalu mulai fokus untuk mengambil peluru yang menembus batang sel otak pasiennya, dihadapannya Ji Won ikut mengamati dalam diam. Keringat dingin menghiasi wajah cantiknya, walau sudah melakukan puluhan operasi tapi tetap saja setiap operasi yang ia lakukan seperti sesuatu hal yang selalu baru.

Kedua dokter terbaik di Medical Center Hospital itu bernafas lega ketika peluru sudah diletakkan dalam nampan, “Denyut dan tekanan darahnya sudah kembali normal, jahit pembuluhnya dan rapihkan.”

Seo Joon dan Ji Won segera keluar dari OK (Operation Kamer), membuka pakaian operasi dan menaruhnya pada keranjang.

Gomawo sudah datang.” Ucap Seo Joon ketika memperhatikan Ji Won yang tengah mencuci tangannya.

Ne, tapi bayaranku sangat mahal dr. Park. Bagaimana caramu membayarnya?”

Seo Joon tersenyum, “Kutraktir makan steak?”

Steak sapi, 2 porsi. Karena kau aku membatalkan makan siangku bersama Bo Young eonni dan Ae Ra.”

“Okay, best partner.” Seo Joon mengangguk dan mengajaknya fist bump, yang oleh Ji Won disambut dengan senyum lebar.

“Bagaimana kabar Bo Young-ssi? Kapan jadwal melahirkannya?”

Eonni sedang memesan kamar disini, jika saja tidak ada panggilan darurat darimu mungkin aku akan tahu lebih banyak.”

Mereka berdua hendak keluar sebelum orang yang menyebabkan Seo Joon marah berada disana. Mendinginkan emosinya Seo Joon memalingkan wajah, mengenggam tangan Ji Won dan menariknya meninggalkan ruang steril itu.

“Dokter macam apa dia, tingkah dan kemampuannya sangat berbeda jauh macam bumi dan langit. Dokter seperti dia seharusnya berada di daerah konflik, biar dia dapat merasakan bagaimana susahnya menyelamatkan nyawa seseorang.”

Ji Won tersenyum mendengar omelan Seo Joon, dalam 100%, 80% hidup pria ini dipenuhi dengan tingkah-tingkah konyol dan menyebalkan yang sudah menjadi sifatnya. Melihat 10% dia sedang memaki dan 10% berkelahi, seperti ia menonton film premiere. Sangat eksclusive.

“Mungkin karena dia seorang anak Direktur Rumah Sakit ini?”

“Cih, justru karena dia anak Direktur seharusnya dia memberikan hal terbaik untuk rumah sakit ini. Bukan menjadi dokter yang cantik saja, dia harus tau bagaimana pentingnya nyawa seseorang.”

Ji Won menghentikan langkahnya, “Aaah, cantik? Itu berarti dia pernah menjadi teman kencanmu? Heol.. ddaebak.”

“Ck, tapi tetap kau yang tercantik di rumah sakit ini.”

“Tentu saja, aku jauh lebih cantik dari anak direktur itu. Omong-omong apa benar minggu depan akan ada penyambutan anak pemilik yayasan rumah sakit ini?”

“Sepertinya begitu, wae?”

Ani, hanya penasaran saja seperti apa anak dari pemilik yayasan. Setidaknya jika ia seorang dokter ia harus diatas Seo Hoon bukan?”

Seo Joon tertawa, “Kudengar dia seorang yang pintar, antara otak dan kemampuannya sama-sama mengagumkan.”

Ji Won menghentikan langkah kakinya, “Jika anak pemilik yayasan itu wanita apa kau juga akan mengencaninya?” goda Ji Won pada Seo Joon.

“Lalu jika anak pemilik yayasan itu adalah pria, kau berencana mendekatinya?”

Ji Won mengerutkan keningnya, “Kalau dia seumur denganku mungkin kami bisa berteman, tapi jika dia lebih tua dari Appa…”

“Kudengar dia seorang yang tampan.”

Jeongmalliyo? Lalu?”

“Menurut kabar ia sedang mencari seorang calon isteri.”

“Kau mau mengenalkanku dengannya?” tanya Ji Won antusias.

Seo Joon memasang wajah kesal, “Aku sudah memutuskan…” ucapnya mengarah ke Ji Won, “Aku tidak akan berkencan dengan wanita lagi.”

Ji Won membuka matanya lebar-lebar, membuat Seo Joon seketika teringat jika ucapannya bermakna lain. Ani, aku masih normal! Aku hanya ingin sendiri terlebih dahulu, bukankah kau yang menyarankanku seperti itu?”

Ji Won tertawa lalu merangkul lengan Seo Joon, Geurae, kalau begitu aku akan menemanimu hingga kau bosan.”

“Awas kalau kau tidak menepati janjimu.”

Arraseo.”

Keduanya tertawa,”Apa kau ada rencana akhir minggu ini?”

Ji Won mengerutkan keningnya, mencoba mengingat rencana yang biasanya sudah ia siapkan di hari sabtu-minggu. Eopso, aku tidak punya rencana apapun. Waeyo?”

“Bagaimana jika kita liburan?”

Mata Ji Won membesar, “Whoa… Apa kau sedang sakit?”

“Aniyeo, nan wae?”

“Biasanya kau selalu sibuk diakhir pekan, apa stok wanita di Seoul sudah habis?”

“Cih, dari seluruh wanita hanya kau yang tidak mau berkencan denganku Nona Kim.”

Ji Won tersenyum, Of course, menurut Appa. Aku harus menjauhi pria yang berniat jelek kepadaku.”

Mata kecil Seo Joon melotot, “Maksudmuuuu?”

Ji Won tidak bisa tidak tertawa melihat aksi konyol seorang Park Seo Joon. Hal yang ia sukai selama mereka saling mengenal, dan akan terus ia sukai saat mereka hanya berdua seperti ini.

*#*#*#*

Annyeong 😀
duuh, ga bisa banyak ngetik karna buru-buru mau pulang.. XD
enjoy ur read :*

with love
-Kim Ji Won-

Away In The Silence | Chapter 1 – The First I Love

Kim Ji Won melangkahkan kakinya dengan gontai, kepalanya sudah terasa berat dan tubuhnya sudah protes untuk kesekian kalinya. Hari ini hidup beratnya sudah terlewati, selama 8 jam ia sama sekali belum merasakan bagaimana nyamannya kasur atau sofa. Yang bisa protes dari tubuhnya hanyalah perutnya dan jika ia abaikan akan menyebabkan rasa malu luar biasa yang tidak dapat ia bisa tahan dalam beberapa hari.

Ji Won sedikit menyandarkan tubuhnya pada kolom besar lobby rumah sakit, sedikit melirik jam tangannya untuk memastikan berapa butuh waktu yang ia perlukan untuk sampai ke rumah dan langsung berbaring di kamarnya.

“Okay, 20 menit.” Keluhnya sambil mencoba berjalan menuju area drop off rumah sakit untuk memanggil taksi. Ya, kali ini ia harus merelakan Bleu-nama mobilnya-dirawat di bengkel dan memulai harinya bersama kendaraan umum dalam waktu satu sampai dua minggu.

Ji Won mengernyitkan hidungnya saat angin larut malam menerpa wajahnya, “Aish jinja.” Keluhnya saat ia merasa hidungnya mulai merasakan tidak beres, “Hya, bukankah ini sudah malam?! Kenapa masih banyak debu.”

Seorang Kim Ji Won memaki debu yang tidak terlihat hinggap di hidungnya, karena dirinya benar-benar sensitive akan debu. Ia langsung mencari masker dalam tasnya, tapi yang dicari seketika hilang karena ia kini ingat jika dirinya lupa mengambil masker diruangannya. Memikirkan kakinya yang sudah tidak sanggup berjalan jika ia paksakan berjalan dan menuju ruangannya di lantai 8, atau menutup hidungnya yang mulai memerah dengan tangan. Sepertinya opsi kedua jauh lebih baik jika dibandingkan kenyataan harus naik ke lantai 8.

TIN! TIN!

Ji Won menyipitkan matanya saat seorang pria di dalam mobil tengah membuka kaca dan bertanya kepadanya, bahkan matanya sudah tidak bisa diajak kompromi saat ia ingin melihat wajah pria itu.

“Hey, Woonie! Kau belum pulang?”

BMW hitam 2 pintu, sepertinya ia tidak perlu melihat wajah pria itu karena ia kini yakin siapa pemilik mobil mewah tersebut.

“Aku sedang menunggu taksi, Oppa.” Jawabnya sambil mencoba duduk pada alas kolom rumah sakit.

Pria itu tampak khawatir pada keadaan Ji Won yang sudah terlalu pucat, matanya semakin khawatir ketika ia melihat hidung Ji Won yang sudah memerah. Pertanda jika alergi gadis itu tengah kumat dan ia yakin jika sebentar lagi dokter itu akan masuk UGD.

“Ara-ssi, apakah kau bisa menyetir sendiri?” Tanya pria itu pada teman wanita disampingnya.

“Maksudmu oppa?”

Sambil membuka seat belt ia berbicara pada wanita yang seharusnya akan menjadi teman kencannya malam ini, “Kau bawa saja mobilku, besok siang akan ku ambil di apartemenmu. Aku tidak bisa meninggalkan Ji… dr. Ji Won, dia harus…”

Belum selesai Seo Joon bicara, wanita bernama Ara langsung keluar diiringi bantingan pintu pada mobilnya. Ia tidak perduli jika Ara adalah teman kencannya, karena kali ini perhatiannya hanya menuju seorang Kim Ji Won. Tanpa banyak bicara ia langsung menghampiri gadis yang 4 tahun lebih muda dari dirinya, gadis yang dengan otak jeniusnya mampu mengejar dunia perkuliahan yang setara dengannya. Bahkan untuk mengambil gelar masternya pun ia dibantu gadis ini, Ji Won adalah gadis terbaik yang pernah ia kenal seumur hidupnya.

Ji Won merasa terkejut ketika tangannya disentuh, matanya terbuka setelah beberapa detik tadi tertutup.

“Hyun oppa?” Tanyanya reflek.

Seo Joon menghembuskan nafas, lalu mencoba menggendong adik sahabatnya ini. “Semirip itukah aku dan Jong Hyun? Bukankah kau bilang aku lebih tampan?”

Ji Won tersenyum dan membiarkan sahabat oppa-nya itu menggendongnya, membawa dirinya masuk kedalam mobil. “Aku merindukannya, mian.”

Seo Joon dengan telaten mendudukan Ji Won di kursi mobil, memastikan jika wanita itu nyaman sebelum memasangkan seat belt. Ia sendiri langsung bergegas ke kursi sebelah, mengantar wanita ini ke rumah sampai ke kamarnya.

“Kau mau ke Jerman?” lanjut Seo Joon yang disambut Ji Won dengan kekehan kecil.

“Hyunnie akan mengajakku berduel karena membawa oppa.”

Seo Joon ikut tertawa, ia membenarkan perkataan Ji Won. Sedikit mengenang saat-saat mereka berdua membuat surprise untuk sahabatnya itu, dan selama satu minggu di Jerman seorang Park Seo Joon selalu disamping Kim Ji Won dibanding dengan Kim Jong Hyun.

“Kenapa tidak tidur di Asrama?” tanya Seo Joon setelah memastikan semua beres dan ia menjalankan mobilnya menembus udara jam 1 malam.

Ji Won mengambil tissue, sambil membersihkan hidungnya ia bergumam. “Besok jadwal liburku, aku tidak bisa tidur jika di asrama. Udaranya tidak bersih.”

“Apakah hidungmu masih gatal?”

Ji Won mencoba mengecek keadaan hidungnya pada kaca diatas kepalanya, “Sudah mulai berkurang, gomawo oppa.”

Seo Joon tersenyum lalu mengusap rambut sebahu Ji Won dengan lembut, Go to sleep, you look horrible.”

“Memang ya?” Ji Won mencoba melihat wajahnya pada kaca, Aigoo~ apa aku ini hantu? Kenapa wajahku seram sekali?”

Seo Joon tertawa mendengar ocehan Ji Won, Ye, kau sangat seram Ji Wonnie.”

Ji Won tersenyum lalu memejamkan matanya kembali, mencoba mengistirahatkan tubuhnya. Appa pasti akan pingsan ketika melihatku seperti ini.”

Seo Joon kembali tertawa, “Bagaimana jika menginap di apartemenku? Setidaknya jauh lebih dekat dibanding pulang ke rumah dan menakuti Abeoji.”

Ji Won mempertimbangkannya, apartemen milik Seo Joon memang lebih nyaman jika dibandingkan dengan asrama rumah sakit. Lagipula sejak mereka kuliah bersama, ia sering menginap di apartemen yang berlokasi di Gangnam tersebut.

Ne, kita pulang saja ke rumahmu.” Jawab Ji Won pada akhirnya, Seo Joon oppa..” panggilnya pada pria disamping yang tengah berkonsentrasi menyetir.

“Hmm..”

Ji Won menurunkan sandaran kursi agar dia bisa setengah berbaring, “Kau masih ada waktu berkencan? Siapa wanita tadi?”

Seo Joon tersenyum, “Dia Lee Ara, perawat baru yang sedang tugas di lantai 10. Wae? Kau akan setuju jika aku berpacaran dengannya?”

“Cih, sejak kapan seorang dr. Park Seo Joon akan menjalin komitmen? Aku berani bertaruh akan hal itu.”

“Hya! Aku pasti akan berkomitmen, pikirmu aku mau hidup sendiri terus menerus?”

Ne, aku terkadang berpikir seperti itu.”

Aish jinja, kejam sekali dirimu Kim Ji Won.” Keluh Seo Joon pada wanita disampingnya, “Tapi masih ada kau, woman high quallity single.”

“Aku hanya butuh orang yang mau menerima dan mencintaiku saja, so.. selama waktu menunggu itu aku mencoba untuk menjadi high quallity woman. Karena jika aku sudah berkeluarga, seluruh hidupku akan kuserahkan pada suamiku kelak.”

“Whooaaa, lalu untuk apa kau kuliah sampai S2 jika nantinya kau tidak bekerja.”

Ji Won membuka matanya kembali, “Tentu saja untuk mengajari anak-anakku, camkan itu Tuan Park.”

Ne, arraseo. Ji Won Uisanim.” Ji Won mencibir jika pria disampingnya ini mengalah, pertanda jika Seo Joon menyuruhnya istirahat. Karena jika kondisi tubuhnya sedang baik, ia dan Seo Joon akan terus beradu argumen hingga menghabiskan ratusan menit hanya karena pria disampingnya ini tidak suka kata mengalah begitu saja. Ji Won terus memandang Seo Joon dalam diam, hal yang ia sukai sejak 7 tahun ia mengenalnya. Wajah seriusnya lebih menarik jika terlihat dari samping, tapi wajah kekanakkan yang jauh lebih ia sukai karena selalu membuatnya tertawa.

“Tapi setidaknya berhentilah ‘one night stand’ dengan wanita-wanita itu oppa. Mereka juga punya perasaan, mereka bisa sakit hati.”

Seo Joon menghentikan mobilnya saat mereka berada di lampu merah, ia melihat ke arah Ji Won yang tengah memejamkan mata.

“Kau sedang cemburu?”

Ani, aku tidak bisa cemburu karena kau selalu mengutamakan aku dalam kondisi apapun.”

“Hya, itu karena jika aku tidak mengutamakanmu..”

Arraseo, karena Hyunnie dan Yeonggi akan membakarmu hidup-hidup jika kau mengabaikanku.”

Keduanya tertawa ketika menyebut kembali saudara kembar Kim Ji Yeong dan Kim Jong Hyun, “Aaah, aku merindukan sahabatku juga. Aish jinja, apa yang akan terjadi jika oppa mu itu mendengar ucapanku barusan?”

“Dia pasti akan menciummu habis-habisan.”

Aaaa… andwe andwe andwe.” Histerisnya disertai tawa riang mereka berdua.

Seo Joon melajukan kembali mobilnya, memikirkan ucapan wanita yang sepertinya sudah tidak sadarkan diri disampingnya kini. Wanita yang selalu menemaninya dalam waktu 7 tahun ini, wanita spesial yang selalu ia utamakan dalam segala hal. Ia bahkan tidak sanggup menghitung seberapa banyak wanita yang selalu cemburu jika ia mendahulukan Ji Won, bukan karena Ji Won adik sahabatnya.

Tidak membutuhkan waktu 10 menit untuk sampai di apartemen, Seo Joon kembali menggendong Ji Won ia membawa gadis itu menuju apartemennya yang berada di lantai 10.

Operation clear, cepat bereskan semuanya.”

Seo Joon tertawa ketika mendengar gumaman seorang Kim Ji Won dalam tidurnya, pasti hari ini ia sangat lelah sampai-sampai mengigau seperti ini.

“Kau bekerja dengan sangat baik, Ji Wonnie.” Ucapnya sambil mengecup kening Ji Won.

Membuka pintu kamar, Seo Joon meletakkan Ji Won di kasurnya. Membukakan sepatu dan kaos kaki, mengambil pembersih wajah pada counter kamar mandi ia mencoba membersihkan wajah Ji Won. Setelah selesai ia menyelimuti Ji Won hingga leher, merapihkan rambut di kening gadis itu dan kembali mengecupnya.

“Lalu, bisakah kau mulai mencintaiku?”

Seorang Park Seo Joon sudah mencintai Kim Ji Won sejak pertama kali mereka bertemu.

 

*#*#*#*

jeng jeng jeng jeng…
annyeonghaseo… 😀
setelah sibuk dengan undangan songsongcouple akhirnya mulai memikirkan cerita temennya di DOTS.. kekeke
yup, kali ini pake cast Fight My Way XD hihihi
enjoy the read :*

with love
-Kim Ji Won-